SAHABAT KESAKITAN
Karya sanwasi
Bio B
Pagi
hari bel sekolah berbunyi,
pertanda bahwa semua siswa dan siswi SDN 2 Warugede harus masuk ke kelasnya masing-masing. Tak terkecuali saya sendiri, kala itu
saya tengah duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Di saat semua siswa kelas
enam berada di ruang kelas, Pak Dedi
selaku wali
murid kelas enam memasuki kelas. Namun hari itu ada yang sedikit berbeda karena
guru saya tak sendirian ketika memasuki kelas, beliau didampingi oleh seorang
anak yang berseragam merah putih.
Saya terkejut ketika melihat anak itu, saya berpikir mungkinkah dia adalah
siswa baru dari
sekolah lain? Pak Dedi meminta semua siswa untuk tidak
membuat keributan, dan benar bahwa anak yang berdiri di samping Pak Dedi adalah siswa baru kelas enam. Dia merupakan siswa pindahan dari
kota Bogor, dan jumlah siswa di kelas enam
pun bertambah satu orang.
Pak Dedi yang sekaligus mengajar
pelajaran metematika pada hari itu memperkenalkan siswa baru tersebut, namanya adalah Agung Sanjaya.
Setelah dia memperkenalkan identitas dirinya, Pak Dedi memintanya untuk duduk
di samping saya. Padahal saat itu saya duduk dengan seorang anak bernama Idris,
akan tetapi karena permintaan
dari wali kelas Idris pun tak
mampu berbuat apa-apa. Dan akhrirnya saya duduk satu bangku dengannya, dia
terlihat seperti anak yang sombong. Karena
pada saat pembelajaran dimulai dia mengeluarkan handphone yang ada di saku
celananya, tetapi dugaan saya ternyata salah. Dia
hanya ingin mematikan ponselnya
agar pada saat pembelajaran tidak
mengganggu anak-anak lain. Dia memperkenalkan dirinya pada saya, saya langsung
menjabat tangannya sebagai tanda teman dan tak lupa memperkenalkan diri sendiri
pada dirinya.
“Perkenalkan
nama saya Agung Sanjaya, bisa dipanggil Agung.”
Kemudian saya
menjabat tangannya sembari memperkenalkan diri
“Nama saya Sanwasi,
boleh dipanggil San ataupun Wasi.”
Dengan nada yang pelan.
“Anak-anak
sekarang kita kedatangan murid baru pindahan dari kota Bogor, namanya Agung Sanjaya,
silahkan kalau yang mau kenal nanti nanya-nanya tapi ingat nanti yah, kalau
udah jam istirahat atau kalau pelajaran
Bapak udah selesai. Sekarang kita
lanjutkan kepelajaran matematika
tentang faktorisasi.”
Ucap Pak Dedi selaku wali murid kelas enam.
Bel istirahat
berbunyi, semua siswa laki-laki
kelas enam pergi kelapangan untuk bermain sepak bola terkecuali Agung,
karena dia asyik dengan permainan yang ada di handphonenya itu. Akan tetapi
teman-teman menyuruh saya untuk mengajak anak baru tersebut untuk bermain sepak
bola, dengan nada yang masih canggung dan gugup saya mencoba memberanikan diri
untuk bertanya
“Ayo Gung,
mau ikut main bola enggak? Kita kekurangan
pemain nih.” Tutur saya pada
Agung.
“Ayo… tapi maaf San, kayaknya saya enggak bisa bermain bola terlalu lama.”
“Emangnya kenapa gung?” Dengan nada yang
penasaran
“Enggak apa-apa San.”
“Ya sudah ayo kita kelapangan!
Teman-teman sudah menunggu nih.”
Dari situ lah saya mulai dekat
dengan anak baru tersebut. Dan ternyata dia adalah anak yang sangat baik. Singkat
cerita tim dibagi menjadi dua dan kebetulan saya satu tim dengan Agung, saya
kebagian di posisi straiker atau penyerang bersama Agung, dia bermain bola tidak
kalah hebatnya dari yang lain. Bahkan bisa dibilang dia paling jago ngegocek
atau menggiring bola meskipun dibabak pertama tim kami kalah, memasuki babak ke
dua dengan semangatnya dia menggiring
bola hingga membalikan kedudukan menjadi 4-3. Bel pertanda masukpun berbunyi,
hal itu menandakan bahwa kita harus segera mengakhiri permainan. Karena jika
tidak maka kami akan terkena marah oleh Pak Dedi, dan dengan terdengarnya bunyi
bel, itu menandakan bahwa tim kami memenangkan pertandingan. Akan tetapi ketika
kita ingin masuk ke kelas tiba-tiba Agung pingsan, awalnya saya pikir dia hanya
sekedar istirahat sambil tiduran dilantai depan kelas, tetapi setelah saya
membangunkan dia, dia tetap saja tertidur.
Dengan nada ketakutan saya mencoba bertanya pada teman-teman yang lainya.
“Temen-temen ini Agung
kenapa, dia saya bangunkan tapi tidak juga
terbangun.”
“Gung bangun.” Ucap Idris dengan nada
yang keras sambil menggoyang-goyangkan badanya tapi tetap saja dia tertidur.
Kemudian teman-teman menyuruh saya
untuk melapor ke ruang
guru. Suasana pun menjadi tegang, dan saya langsung berlari menuju ke ruang
guru untuk melapor.
“Assalamualaikum. Pak
Dedi tolong ada yang pingsan.”
“Siapa?, dimana?.”
dengan terheran-heran dan terus
bertanya-tanya, karena kebetulan belum pernah ada siswa yang pingsan ataupun
yang aneh-aneh disekolah saya sebelumnya.
“Agung pak, sekarang ada
di depan ruang kelas 6”.
Pak Dedi pun bergegas menuju
kelapangan dan membawa Agung ke ruang UKS . Semua siswa disuruh masuk ke kelasnya
masing-masing terkecuali saya dan salah satu teman saya, karena saya disuruh
untuk membantu memapah dan menemani dia.
Selang beberapa
menit Pamanya Agung datang, mungkin karena dihubungi oleh pihak sekolah. Dan
kebetulan ketika Pamanya datang dia sudah sedikit sadar.
“Gung
gimana?.”
“Udah sedikit mendingan
om, tapi dadanya masih agak sedikit sakit om.”
“Makanya
jangan terlalu kecapean, gimana mau di bawa kerumah sakit aja tah.”
“Enggak usah om
bentar lagi juga bakalan sembuh kok.”
“Kalau masih sakit mending dibawa
kerumah sakit aja gung, dari pada nanti kenapa-napa.” Ucap saya yang mencoba merayu, agar dia mau dibawa kerumah sakit
“Enggak
usah….San Nanti juga bakalan sembuh dengan sendirinya, lagian udah capek saya
keluar masuk rumah sakit, tapi ga bisa sembuh juga ini penyakit.”
“Ya sudah terserah kamu aja Gung, oya saya
minta maaf karena saya kamu jadi kayak
gini.”
“Enggak
papa kok san. Jangan ngerasa bersalah kayak gitu, justru saya seneng bisa main
bola lagi, mungkin sayanya aja yang terlalu bersemangat.”
“San..
sana kamu balik kekelas sekalian bilangin ke yang lainnya suruh ngerjain lks
hal 29 no 1-10 nanti pulang sekolah dikumpulin, nanti tolong yah lksnya sekalian bawa ke meja bapak.” Ucap Pak Dedi yang menyuruh saya untuk balik ke
kelas.
“Iya Pak, Gung
saya duluan yah.”
Belum jauh saya meninggalkan ruang
UKS, tak sengaja saya mendengar percakapan antara Pak Dedi dan Pamanya Agung,
dan ternyata dia mempunya riwayat penyakit yang bisa dibilang sangat berbahaya
apabila penyakit itu kambuh lagi, disitu saya kaget dan saya tidak menyangka
kalau di seumuranya sudah mempunyai penyakit yang bisa dibilang mematikan.
Hari demi hari
kami lewati bersama, hari demi hari pula kami semakin dekat bahkan kami sering
bermain sepak bola bersama teman-teman lagi, meskipun Agung hanya bisa bermain
sebentar, dan terkadang dia juga selalu curhat mengenai pacarnya pada saya.
Yang saya salut dari dia adalah dia tidak pernah menunjukan kesedihnya, dan
tidak pernah menunjukan kalau dia mempunyai penyakit, suatau hari sempat saya
ingin bertanya mengenani penyakit yang dideritanya, tetapi karena takut dia
tersinggung saya pun mengurungkan niat untuk bertanya-tanya.
Belum juga lulus
SD dia dipindahkan kembali kekota asalnya yakni Bogor, entah dengan alasan apa,
tapi kata teman-teman yang lain sih orang tuanya enggak setuju kalau dia di
sekolahkan di Cirebon. Dia sendiri dicirebon tinggal bersama nenek dan
kakeknya. Setelah kepindahannya entah apa sebabnya teman-teman yang lain malah
menjauh dari saya, dikelas 6 awal semester 2 masih teringat dalam pikiran, pada
saat itu saya hampir tidak mempunyai teman satu orang pun, tapi untugnya di hari
itu, tepatnya di hari raya idul fitri setelah sholat Id, karena kebetulan rumah
neneknya dekat dengan masjid, saya melihat agung dan keluarganya. Selama
perjalan pulang dari masjid, dalam hati saya berucap
“Alhamdulillah nih orang akhirnya datang
juga, setelah sekian lama enggak ada kabar, masi inget enggak ya ama saya?.”
karena setelah dia pindah ke Bogor,
kami lost contac meskipun dia sempat meminta no hp saya, tapi karena saya masih
belum mengerti teknologi jadi enggak ada kabar sama sekali. Setelah 2 hari berada
di Cirebon barulah saya beretemu dengannya, pada saat itu saya sedang mengisi pulsanya
kakak dan kebutulan dia juga sedang mengisi pulsa.
Malam harinya
saya main kerumah neneknya dan menceritakan permasalahan saya, karena bisa
dibilang saya adalah korban bullying, meskipun enggak terlalu parah seperti apa
yang saya lihat di televisi.
“Gimana kabarnya
gung.”
“Alhamdulillah
baik, lo sendiri gimana kabarnya San.”
“Alhamdulillah
baik juga.”
Terjadilah perbincangan bahkan
sampai larut malam. dan yang masih teringat pada saat itu adalah dia berkata kepada
saya bahwasanya “meskipun mereka memusuhimu San, tapi kamu jangan memusuhi
mereka balik, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi dekati mereka
meskipun kamu dicuekin biarin aja yang penting kamu punya niatan yang baik.” keesokan
harinya dia pulang kembali ke kotanya. padahal baru semalam kita bertemu ehh….
malah sekarang ngilang lagi, tapi… tak apalah meskipun hanya semalam saya
bertemu dengannya saya sudah mendapatkan pencerahan. Singkat cerita pengumuman
kelulusan dibagikan, dan saya dinyatakan lulus.
Memasuki bangku
sekolah menengah pertama (SMP), saya sangat senang sekali… karena saya pikir
mungkin saya akan mempunyai banyak teman baru dari berbagai desa. Akan tetapi
entah apa sebabnya di SMP lah semua masalah itu muncul, hampir tiap hari saya
di hina di katain yang bukan-bukan, dan semua itu membuat saya malas untuk
pergi ke sekolah, bahkan saya hampir tidak mempunyai teman sama sekali, dan
hampir tiap kenaikan kelas saya menjadi perbincangan diruang guru karena absen
saya yang bolong-bolong
Akan tatapi
semuanya berubah kembali, tepatnya ketika sahabat SD saya Agung, berkunjung ke
kota Cirebon, meskipun dia hanya berkunjung selama 5 hari, tetapi dia mampu
membuat saya berpikir kembali bahwa saya tidak boleh termakan omongan mereka,
omongan mereka yang menginginkan saya
hancur, omongan mereka yang membuat saya frustasi, dan saya harus membuktikan
bahwa saya harus lebih sukses dari mereka-mereka yang sudah menghina dan
menertawakan saya. terbukti disekolah ketika saya memasuki kelas tiga SMP saya
mendapatkan nilai yang bisa dibilang memuaskan bahkan masuk peringkat sepuluh
besar dikelas, meskipun saya sempat menjadi korban bullying yang bisa dibilang
paling parah dalam perjalanan hidup saya. Singkat cerita saya lulus dengan
nilai UN yang memuaskan.
Semuanya indah
kembali ketika saya memasuki bangku Sekolah Menengah Atas atau yang biasa kita sebut SMA, disinilah saya
belajar berorganosasi dan dari organisasilah saya mempunyai banyak teman. Teman
yang mau menrima saya apa adanya.
Setelah dua
tahun tidak ada kabar darinya justru saya mendapatkan kabar duka dari neneknya,
disaat saya mempunyai teman-teman baru, justru dia menghilang tidak lagi
menghilang sementara, tapi kini ia telah menghilang selama-lamanya, dia yang
sudah banyak sekali metovasi saya, dia yang sudah mengajarkan saya arti
persahabatan, dia yang mengajarkan saya kebaikan, dia yang sudah mengajarkan
saya segal-galanya, kini telah meninggal dunia tepatnya pada tanggal 29
Desember 2013.
“For
My Best Friend”
Waktu berganti waktu
Hari berganti hari
Kau selalu ada disisiku
Disaat ku terpuruk
Kau memotivasi ku
Disaat ku bahagia
Kau ada di sisiku
Kaulah sahabat
terbaikku
Entah dengan apa aku
membalas semua kebaikanmu
Kau menemaniku
Disaat orang lain
memusuhiku
Kau menyayangiku
Disaat orang lain
membenciku
Dan engkau rela
meluangkan waktumu hanya demi mendengarkan ocehanku
Sahabatku semoga engkau
tenang disana
Semoga engkau berada di
tempat yang paling indah disisi nya
Dan semoga suatu saat
nanti kita akan bertemu
Doaku menyertaimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar