KETERKAITAN KESETEIMBANGAN KIMIA DALAM AL-QURAN
Kesetimbangan
kimia mengacu pada rasio stabil antara reaktan dan produk dalam reaksi kimia
reversibel. Dalam reaksi reversibel, reaktan tidak sepenuhnya berubah menjadi
produk, melainkan, mereka perlahan-lahan akan berhenti bereaksi saat
kesetimbangan kimia tercapai. Laju reaksi dipengaruhi oleh banyak faktor,
termasuk suhu, fase materi dan adanya katalis. Banyak reaksi memerlukan masukan
awal energi untuk mulai bereaksi.
Lebih
mendasar lagi, reaksi kimia yang terbentuk atau terputusnya ikatan kimia.
Sebuah hasil ikatan kimia ketika gaya elektromagnetik antara atom atau molekul
menyebabkan daya tarik di antara mereka. Ikatan ion adalah ketika dua ion-malah
bermuatan atom-langsung menarik satu sama lain. Sebuah ikatan kovalen
melibatkan pembagian pasangan elektron di antara atom-atom. Ikatan kimia ini
membentuk zat baru dengan sifat kimia mereka sendiri.
Konsep
kesetimbangan kimia adalah terkait dengan gagasan reaksi reversibel. Bahkan,
semua reaksi kimia untuk beberapa derajat reversibel, sehingga tidak ada
perbedaan mendasar antara reaktan dan produk. Beberapa reaksi, bagaimanapun,
memiliki derajat reversibilitas tidak dapat diabaikan -itu dalam reaksi dengan
kesetimbangan kimia menjadi penting. Ketika reversibilitas ditekankan dalam
notasi ilmiah, panah asli antara reaktan dan produk digantikan oleh sepasang
panah saling berkait. Ini menunjukkan bahwa reaksi terjadi di kedua arah.
Kecepatan
di mana kesetimbangan kimia tercapai dapat sangat bervariasi. Beberapa reaksi
yang lengkap setelah kurang dari satu detik, sementara yang lain mengambil
bertahun-tahun. Meskipun tidak ada metode tunggal memprediksi laju reaksi,
banyak faktor yang diketahui memiliki peran penting.
Salah
satu faktor tersebut adalah temperatur. Suhu yang lebih tinggi memungkinkan
lebih banyak energi untuk memasuki sistem, yang biasanya menghasilkan reaksi
yang lebih cepat. Tahap materi-padat, cair atau gas-dapat juga mempengaruhi
seberapa cepat bahan mencapai kesetimbangan kimia. Akhirnya, kehadiran katalis
dapat sangat mempercepat reaksi. Enzim merupakan jenis katalis penting dalam
mengatur metabolisme makhluk hidup.
Beberapa
reaksi tidak berlangsung meskipun mereka tidak pada kesetimbangan kimia. Hal
ini karena banyak reaksi memerlukan energi aktivasi. Hidrogen cair dan oksigen,
misalnya, bisa tetap dalam kontak fisik tanpa bereaksi. Sejumlah kecil energi,
bagaimanapun, dapat menyebabkan reaktan untuk dasarnya meledak dan melepaskan
banyak energi. Fenomena yang sama terlihat ketika membakar kayu-kayu meskipun
dapat melepaskan banyak energi ketika dibakar, sebuah percikan awal atau api
selalu diperlukan untuk mendapatkan proses yang terjadi.
AL-QUR’AN TENTANG KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT
Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk social. Oleh karena itu manusi tidak dapat
untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia antara satu dengan satu
sama lain harus selalu berinteraksi. Maka dari itu, sebagai kaum muslimin,
tidak boleh hanya mementingkan kepentingan akhirat, dengan meninggalkan
kepentingan duniawi. Keduanya harus berjalan seimbang satu sama lain. Di bawah
ini, akan dijelaskan secara mendetail. Hubungan dan keseimbangan
kehidupan di dunia dan akhirat.
Penjelasan Q.S. al-Qashas:77
Artinya
: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.(Q.S. al-Qashas:77)
Allah
SWT. Pada ayat ini memerintahkan kepada orang-orang beriman agar dapat
menciptakan keseimbangan antara usaha untuk memperoleh keperluan duniawi dan
keperluan ukhrawi. Tidak mengejar salah satunya dengan cara meninggalkan yang
lainnya. Nabi SAW sangat mencela orang-orang yang hanya mengejar akhirat dengan
meninggalkan duniawi. Apalagi kalau menjadi beban orang lain dalam masalah
nafkah. Nabi SAW pernah mencela seorang pemuda yang membebani ayahnya dalam
nafkah.
Kehidupan
duniawi dan ukhrawi merupakan fitroh yang harus dijalani oleh manusia, sehingga
menjalani kehidupan ini dengan memenuhi kebutuhan keduanya tidak dapat
dipisah-pisah. Membuat keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan bagian
dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan oleh umatnya.
Pada
akhir abad pertama tahun hijriyah banyak bermunculan para sufi. Di antara cara
yang dilakukan oleh para sufi yaitu uzlah, yaitu lari dari dunia, menghindar
dari kehidupan masyarakat. Mereka berada di tempat-tempat tertentu untuk
mendekat diri kepada Allah SWT, tapi lari dari tanggung jawabnya sebagai
anggota masyarakat, dan cara seperti ini juga dikecam oleh Islam.
Rasulullah
telah bersabda:Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan kamu hidup
selama-lamanya. Dan laksanakan akhiratmu seakan-akan kami akan mati besok”
(H.R. Ibnu Asakir).
Pada
saat kita sedang beibadah menghadap Allah, maka beribadahlah dengan
sungguh-sungguh dengan penuh pengabdian. Misalnya ketika sedang salat,
lupakanlah semua urusan duniawi, dan hanya kepada Allah sajalah kita mengingat
dan memusatkan perhatian, seolah-olah tidak ada kesempatan lagi untuk mengabdi
kepada Allah karena akan mati besok. Demikian pula sebaliknya, setelah kita
selesai menunaikan kewajiban kita kepada Allah, lalu kita hadapi urusan duniawi
dengan penuh perhitungan yang pasti. Kita berusaha dan bekerja keras untuk
memperoleh keuntungan duniawi dengan cara yang baik dan benar seolah-olah kita
akan hidup untuk selama-lamanya.
Dalam
ayat ini Allah SWT. Kemudian memerintahakn agar berbuat baik kepada sesama
manusia sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita. Kebaikan Allah yang
Maha Rahman dan Maha Rahim kepada seluruh makhluk-Nya, tidak terhitung
jumlahnya. Oleh karena itu, Allah menganjurkan kepada semua. Misalnya membantu
orang yang membutuhkan pertolongan, menyantuni anak-anak yatim, berpartisipasi
membangun masjid, madrasah, dan lain-lain.
Berbuat
baik inipun bisa diartikan berbuat baik kepada diri sendiri, yaitu memelihara
dan menjaga diri dari bahaya. Memelihara dan mejaga diri dari bahaya.
Memelihara diri supaya sehat, jasmani, dan rohani dengan memakan makanan yang
baik dan halal adalah bentuk berbuat baik kepada diri sendiri. Demikian halnya
menaati perintah Allah dengan jalan ibadah dan menjauhi larangan-Nya,
hakikatnya berbuat baik kepada diri sendiri. Apabila seseorang berbuat yang
sebaliknya berarti telah menjerumuskan dirinya menjadi manusia yang celaka.
Manusia
dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi ternyata telah banyak menyia-nyiakan
amanah-Nya. Manusia telah menjadi makhluk perusak terbesar yang ada di
permukaan bumi ini. Akibat kerusakan ini tidak hanya menimpa makhluk-makhluk
hidup lainnya, tapi manusia banyak yang tidak menyadarinya. Oleh karena itu,
Allah berulang kali memperingatkan manusia dalam al-Qur’an agar tidak melakukan
kerusakan di muka bumi.
Penjelasan
Q.S. Al-Baqarah : 198
Artinya
: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah
kepada Allah di Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah
sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu
benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat. (Q.S. Al-Baqarah :
198)
Menurut
suatu riwayat, pada zaman jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama Ukaz,
Mijnah, dan Dzul Majaz. Kaum muslimin meerasa berdosa apabila
berdagang di musim haji di pasar itu. Kemudian turunlah ayat “laisa ‘alaikum
junahun an tabtaghu fadhlan mirrabbikum …” yang membolehkan mereka berdagang di
musim haji. (Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas).
Ayat
di atas menegaskan, bahwa pada musim haji seseorang tidaklah dilarang untuk
berdagang, seperti jual-beli, menerima upah pekerjaan, menyewakan barang
dan lain-lain. Namun, yang dilarang hanyalah jika tujuan utamanya ke Mekkah
berniaga. Namun, ada berbagai jenis barang yang apabila dijual di musim haji
sangat besar untungnya, karena berlipat ganda harganya apabila dibandingkan dengan
negeri sendiri. Atau karena pada musim haji para konsumen sangat banyak,
sehingga banyak membutuhkan banyak barang dagangan sebagai kebutuhan jamaah.
Apalagi kalau misalnya kekurangan ongkos/biaya Dallam menunaikan ibadah haji,
dan biaya tersebut dapat dipenuhi dengan jalan berniaga di sana, maka perbuatan
tersebut dipandang baik oleh agama.
Imam
Ahmad bin Hambal, seorangUlama besar, merupakan contoh dari orang yang sangat
menjaga hidupnya tidak bergantung kepada pertolongan orang lain. Diriwayatkan bahwa
ketika menolak hadiah-hadiah orang untuk belanja ketika perjalanan menunaikan
ibadah haji. Apabila ia menunaikan ibadah haji, tidak keberatan menolong orang
memikul beban orang dan menerima upah. Ia tidak keberatan menjadi kuli di
sana. Imam Ahmad mengamalkan ayat ini, bahwa tidak ada salahnya mencari rezeki,
berniaga selama musim haji, asal tidak mencampuradukkan antara ketika
melaksanakan rukun atau wajib haji sambil berniaga.
Selanjutnya
dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada setiap orang yang mengerjakan haji
supaya memperbanyak zikir kepada Allah ketika telah bertolak dari Padang Arafah
menuju Muzdalifah. Bila telah sampai di Masy’aril Haram yaitu sebuah bukit di
Muzdalifah bernama Quzah, hendaknya memperbanyak membaca do’a, takbir, dan talbiyah.
Berzikir kepada Allah dengan hati yang khusu dan tawadhu sebagai tanda
bersyukur kepada-Nya atas karunia dan hidayah-Nya.
Di
akhir ayat ini Allah meenyatakan bahwa pada mulanya manusia berada dalam
kesesatan. Kalau tidak karena hidayah dari Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan
dalam ayat ini, niscaya manusia benar-benar berada di jalan yang sesat. Allah
telah mengeluarkan manusia dari gelap gulita, dan dari alam jahiliyah kepada
petunjuk tauhid menjadi orang-orang yang insaf, mengabdi memenuhi panggilan
Allah dan bertakwa kepada-Nya, dapat melaksanakan ibadah haji, telah datang
memenuhi panggilan Allah SWT. Atas dasar iman yang tertanam di dalam hati.
Allah
SWT menganjurkan kepada orang-orang yang beriman agar bekerja untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berbuat baik kepada sesama serta melarang
berbuat kerusakan di muka bumi.
Jamaah
haji boleh mencari keuntungan duniawi, asal tidak mengganggu atau
mengurangi pokok tujuan terlaksananya ibadah haji, tetap memperbanyak zikir
kepada Allah SWT, karena Allah SWT. Senantiasa membimbing orang-orang yang
beriman ke jalan yang lurus, diberikan hidayahh ke jalan yang benar.
Jadi
kesimpulannya, segala sesuatu yang tidak seimbang akan mendatangkan keburukan
sehingga apa yang ingin dicapai tidak optimal dan tidak sesuai harapan
dikarenakan ketidakseimbangan yang berlaku dalam mencapainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar