Jumat, 29 Mei 2015

TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF

BAB II
TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF

A.    Tahapan Turunnya Al-qur’an
Allah SWT telah memuliakan umat Muhammad s.a.w, karenanya Dia menurunkan kepadanya kitab yang luar biasa, sebagai penutup dari kitab-kitab samawy, menjadi undang-undang kehidupan, pemecah persoalan, param pengobat penyakit dan kanker masyarakat, tanda keagungan dan keluhuran sebagai umat pilihan untuk bisa mengemban risalah samawiyah yang paling mulia, dimana Allah memuliakan dengan bekal kitab yang luhur ini dan diturunkan khusus kepada seorang rasul yang mulia Muhammad bin Abdillah.
Alqur’an diturunkan melalui dua tahap :
1.      Dari Lauhil Mahfuzh ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam lailatul qadar.
2.      Dari sama’dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua puluh tiga tahun.

a.       Penurunan Pertama
Pada malam mubarakah yaitu malam Lailatul Qadar diturunkanlah Al-Qur’an secara sempurna ke Baitul ‘Izzah di langit pertama. Alasan yang demikian adalah didasarkan dari nash sebagai berikut:
Tiga ayat diatas menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada suatu malam yang dinyatakan dengan malam mubarakah serta dinamai dengan malam Lailatul Qadar yaitu salah satu malam pada bulan Ramadhan. Hal ini menyatakan bahwa turunnya Al-Qur’an ialah turun tahap pertama ke Baitul ‘Izzah di langit pertama. Sebagai alasannya apabila yang dimaksud dalam penurunan ini adalah penurunan tahap kedua yaitu kepada Nabi SAW. Maka tidaklah tepat bila dikatakan satu malam dan satu bulan yaitu bulan Ramadhan, karena Al-Qur’an diturunkankan kepada Nabi dalam masa yang lama yaitu selama masa kerasulan 23 tahun serta diturunan bukan saja pada bulan Ramadhan tetapi juga pada bulan selainnya. Dari itu nyatalah bahwa yang dimaksudkan adalah penurunan pada tahap pertama.
Adapun hadits-hadits shahih yang menguatkan analisa diatas sebagai berikut:
1.      Dari Ibnu Abas r.a.,bahwa ia berkata: Al-Qur’an itu dipisahkan dari dzikir lalu diturunkan ke Baitul ‘Izza di langit pertama kemudian disampaikan oleh jibril kepada Nabi SAW.[1]
2.      Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasannya ia berkata :”Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit pertama (tempat turun secara berangsur). Dari sinilah Allah menurunkan kepada Rasulnya sedikit demi sedikit.[2]
3.      Diriwayatkan dari Ibnu Abbas pula bahwa ia berkata:Al-qur’an itu diturunkan pada malam Lailatul Qadar dibulan Ramadhan ke langit pertama secara sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-anngsur “.[3]

b.      Penurunan kedua
Penurunan tahap yang kedua adalah dari langit pertama ke dalam lubuk hati Nabi s.a.w dengan cara berangsur-angsur yang memakan waktu selama 23 tahun yaitu sejak kebngkitannya sebagai Rasul sampai beliau wafat.
Alasan bahwa Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur adalah:
1.    Firman Allah dalam surat Al-isra’:
2.    Firman Allah dalam surat Al-Furqan :
Dikatakan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mencela Nabi s.a.w. karena diturunkannya Al-Qur’an secara terpisah-pisah. Mereka menghendaki agar diturunkannya Al-Qur’an secara sekaligus. Mereka berkata kepada Nabi s.a.w: “Hai ayah Qasim !menngapa Al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus sebagaimana diturunknnya taurat kepada Musa? Dari peristiwa itu maka turunlah dua ayat tersebut diatas sebagai bantahan terhadap mereka. Bantahan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Az-Zarqani mwngandung dua pengertian :
1.      Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi s.a.w secara berangsur-angsur
2.      Kitab samawy sebelumnya diturunkan secara sekaligus, sebagaimana telah populer dikalangan Jumhur Ulama bahkan dapat dikatakan ijma’.

Analisis dari dua pengertian diatas adalah :
1.      Allah membenarkan apa yang dikemukakan oleh mereka bahwa turunnya kitab-kitab samawy terdahulu adalah sekaligus. Dapat ditandai bahwa Allah menjawab pertanyaan mereka secar filosofs bahwa turunnya Al-Qur’an adalah berangsur-angsur dan andai kata turunnya kitab-kitab samawy sebelum Al-Qur’an secara berangsur-angsur pula sebagaimna halnya Al-Qur’an, niscaya Allah akan memberi bantahan terhadap mereka bahwa mereka tidak membenarkannya (mendustakannya).
2.      Menyatakan bahwa penurunan secara berangsur-angsur adalah merupakan sunnatullah sebagaiman dia menurunkan sekaligus kitab-kitab kepada para nabi terdahulu.

B.     Hikmah Turunnya Al-Qur’an secara Berangsur-angsur
Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu mengandung hikmah yang nyata serta rahasia yang cukup banyak, dimana yang mengetahuinya hanyalah orang-orang yang alim/pandai, sedangkan orang-orang yang bodoh tentu tidak akan mengeti. Diantara hikmah-hikamhnya yaitu:
a.       Meneguhkan hati atau tanggapan Nabi s.a.w dalam menghadapi celaan dari orang-orang musyrik, yaitu ketika merka menganjurkan agar Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus sebagaiman kitab-kitab samawyah terdahulu, yang dimaksud dengan meneguhkan hati Nabi hanyalah sekedar pemeliharaan Allah serta penguat bagi seorang Rasul Allah dihadapan penantang utamanya dalam menghadapi penganiayaan terhadap dirinya dan pengikutnya. Ayat-ayat Al-Qur’an itu diturunkan kepada Rasul s.a.w  sebagai pelepas derita dan pembangkit ketenangan dari penderitaan yang telah dilaluinya dalam elaksanakn da’wah dimana beliau menghadapinya dengan penuh duka dan nestapa.
b.      Meringankan Nabi Muhammad s.a.w dalam menerima wahyu, hal ini karena kedalaman dan kehebatan Al-Qur’an, sebagaiman firman Allah dalam surat al muzamil ayat 5:
انا سنلقي عليك قولا ثقيلا
Artimya: “sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.”
Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah adalah merupakan sabda yang istimewa. Ia mempunyai keagungan dan keluhuran serta kehebatan dan kedalaman. Kalau demikian halnnya maka bagimanakah dengan hati Nabi yang bgitu lembut, mampukah ia menerima semua Al-Qur’an dengan tidak kebingungan dan merasa keberatan karena dalamnya dan luhurnya Al-Qur’an? Aisyah telah memberikan gambaran tentang keadaan kondisi Rasul ketika ia menerima wahyu (Al-Qur’an) dan pengaruhnya terhadap fisik Nabi, berupa kegoncagan jiwa dan kepanikan. Ia (Aisyah) mengemukakan sebagimana Al-Bukhary meriwayatkan: “Sungguh aku melihat dengan mata kepala, bila turun wahyu sekalipun udara begitu dingin tatkala selesai Nabi mengeluarakan keringat dan pelipisnya dibsahi dengan keringat yang bercucuran karena begitu beratnya beliau menerima wahyu”.
c.       Tadarruj (selangkah demi selangakah) dalam menetapakan hukum samawy.
Dalam hal ini amat nyata dan jelas, dimana metode Al-Qur’an terhadap manusia, khususnya orang-orang Arab ada suatu metpde yang filosofis dalam melepaskan mereka dari dunia kemusyrikan untuk hidup dengan penuh pancaran iman seta memmbudaya dalm pribadinya untuk cinta kepada Allah dan rasul-Nya, iman dengan hari kebangkitan dan pembalasan. Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman hendaklah diteruskan dengan ibadah. Ibadah yang pertama ditekankan adalah shalat yaitu pada masa sebelum hijrah, kemudian berikutnya ibadah shaum (puasa) dan zakat yaitu pada tahun yang kedua hijriah dan yang terakhir adalah ibadah haji yaitu pada kaum keenam hijriah. Sebagaimana halnya ibadah juga kebiasaan yang suda membudaya, pertama-tama dititk-beratkan pada masalah dosa-dosa besar,kemudian menyusul dosa-dosa kecil (hal-hal yang dispelekan). Selanjutnya selangkah demi selangkah dalam mengharamkan yang sudah mendarah daging bagi mereka seperti: khamar, riba dan judi, berdasarkan langkah yang sangat bijaksana, yang dimungkinkan dapat mengikis habis kejahatan tersebut ampai ke akar-akarnya.
d.      Mempermudah dalam menghapal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin serta mempermudah pemahaman dan penghayatan mereka. Telah dimaklumi bahwa orang Islam (dimasa Nabi terdahulu), ummi (tidaj bisa tulis baca). Al-Qur’an telah mencatat sifat mereka dengan firmannya:
(Aljumu’ah ayat 2)
هوالذي بعث في الامين رسولا منهم يتلوا عليهم ءايته ويركيهم ويعلهم الكتب و الحكمة وان كا نوا من قبل لفي ضلل مبين
Artinya: “Dialah yang menutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensuikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab yang Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesehatan yang nyata.” (Q.S Al-Jumu’ah: 2)
Jelaslah disini bahwa hikmahnya Allah menurunkan kitabNya yang agung secara berangsur-angsur adalh supaya mudah dihapal oleh orang-orang Islam karena mereka hanya berpegang kepada daya ingatannya.
e.       Sejalan dengan kisah-kisah yang tejadi dan mengingatkan atas kejadian itu, yaitu sesuai dengan kejadian dan keadaan disaat diturunkan sekaigus memperingatkan kesalahan-kesaahan pada waktunya. Sungguh hal yang demikian itu akan lebih mantap dan tertanam dalam hati dan lebih mendorong untuk mengambil pelajaran secara praktis. Maka bila ada persoalan yang baru dari kalngan mereka ,turunkah ayat yang sesuai dengan persoalan tersebut. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan dikalngan mereka, turunlah Al-Qur’an  memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan yang patut dikerjakan.
f.       Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasannya Al-Qur’an diturunkan dari zat yang Maha Bijaksana lagi Terpuji. Dalam hikmah yang luhur inilah menurut kutipan Syeikh Mohammad Abdul Azhim Az-Zarqany dalam kitabnya manahilul  Irfan, dimana beliau mengemukakan secara tegas “…memberi petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah semata, tidak mungkin kalu Al-Qur’an itu kata-kata Muhammad atau kata-kata makhluk lainnya …..” argumentasinya ialah: kami telah menbaca Al-Qur’an sampai tamat, ternyata rangkaian kata-katanya  begitu teratur ,lembut jalinannya, susunan bahasanya, begitu  hebat serta kuat kaitannya. Satu sama lainnya berhubungan baik antara satu surat dengan lainnya, ayat-ayat satu dengan lainnya maupun dilihat secara keseluruhannya. Secara keseluruhan dari mulai alif sampai “ya’ mengalir darh kemukjizatannya, seolah-olah Al-Qur’an adalah suatu gumpalan yang tak terpisahkan. Diantara bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah, tak ubahnya bagaikan untaian mutiara tau sepasag kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-katanya tersusun seara sistimatis, kalimat dan ayat-ayat tersusun begitu rapi.
Sedangkan menurut Manna’ Khalil al-Qattan,1994: 157-175) bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur ada lima yaitu:
a.       Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah saw.
b.      Sebagai tantangan dan sekaligus sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
c.       Mempermudah hafalan dan pemahamannya terhadap Nabi Muhammad saw.
d.      Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pertahapan hukum.
e.       Sebagai bukti bahwa al-Qur’an diturunkan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
C.     Dalil Diturunkannya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf
1.      Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas r.a bahwa ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Jibril membacakan Al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf, kemudian aku mengulanginya (setelah itu) senantiasa aku meminta tambah dan ia pun menambahkan sampai dengan tujuh huruf’[4]
Imam Mulim menambahkan: Ibnu Syihab mengatakan: Telah sampai berita padaku bahwa tujuh huruf itu untuk perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal haramnya.
2.      Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa: ’Umar bin Khatab r.a. berkata: Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-furqan dimasa hidupnya Rasulullah s.a.w. Aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasullullah s.a.w. membacakannya kepadaku sehingga aku hamper beranjak dari shalat ,kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya:Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?”. Ia menjawab: Rasulullah yang membacakannya kepadaku, aku menyela: “Dusta kau, Demi Allah sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah membacakan surat yang kudengar dari yang kau baca ini”. Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah s.a.w. lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat Al-furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat Al-furqan ini kepadaku. Rasulullah s.a.w menjawab: “Hai Umar! lepaskan dia”. Bacalah Hisyam! “Kemudian dia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasulullah s.a.w bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan”, sambil menyambung sabdanya: “Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah yang paling mudah!”
Dalam satu riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. mendengarkan pula bacaan sahabat Umar r.a. kemudian beliau bersabda: “Begitulah bacaan itu diturunkan”.
3.      Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: “Aku berada di masjid, tiba-tiba masuklah seorang lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki lain membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama. Setelah kami selesai shalat, kami bersama-sama masuk ke rumah Rasulullah s.a.w, lalu aku bercerita: “Bahwa si lelaki ini membaca bacaan yang aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama”. Akhrnya Rasulullah s.a.w memerintahkan keduanya untuk membaca. Setelah mereka membaca Rasulullah menganggap baik bacaannya. Seteleah menyaksikan hal itu, terhapuslah dalam dirikku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa jahiliyah. Nabi menjawab demikian tatkala beliau melihat diriku bersimba peluh karena kebingungan, ketika itu keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok dihadapan Allah Yang Maha Agung. Setelah melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata: “Hai Ubay! Aku diutus untuk membaca Qur’an dengan suatu huruf lahjah (dialek), kemudian aku meminta pada Jibril utnuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengn huruf kedua, aku pun meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga kalinya. Hai Muhammad, bacalah Qur’an dalam tujuh lahjah dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan pertanyaan/permintaan lagi.
Kemudian aku menjawabnya: “Wahai Allah!Ampunilah umatku, ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat dimana semua makhluk mencntaiku sehingga Nabi Ibrahim a.s.
Imam qurthubi berkata: “Denyutan hati ini (dalam jiwa Ubay) akibat dari sabda Rasullullah s.a.w ketika orang-orang bertanya kepadanya: “Bahwasannya kami mendapatkan sesuatu dalam diri kami, dimana seseorang merasa berat sekali untuk mengatakannya. Rasulullah bertanya: “Apakah sudah kalian temui jawabannya?” “Ya” jawab mereka. Rasulullah bersabda: “Itu adalah iman yang jelas”.
4.      Al-hafizh Abu Ya’la dalam musnad kabrnya meriwayatkan: “bahwa Utsman r.a. pada suatu hari ia berkata diatas mimbar: “Aku sebut nama Allah teringat seorang lelaki yang mendengar Rasulullah s.a.w berkata: bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf yang kesemuany tegas lagi sempurna”. Ketika Umar berdiri para hadirin berdiri sehingga tidak terhitung dan mereka menyaksikan pula bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: “Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh  huruf yang kesemuanya tegas dan lengkap”. Kemudian Utsman r.a. berkata: “Saya menyaksikan bersama mereka”.
5.      Imam Muslim
D.    Perbedaan Pendapat Ulama Seputar Tujuh Huruf
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan mengatakan,Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima lipat .”[5]Namun kebanyakan pendapat-pendapat itu bertumpang tindih, dibawah ini pendapat para ulama mengenai makna tujuh huruf:
1.      Sebagan besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna .Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna ,maka Al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu.Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya mendatangkan satu lafazh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa adalah bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dn Yaman.
Menurut Abu Hatim As-Sijistani, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Hudzail, Tamim, Azad, Rabiah, Hawazin dan Sa’ad bin Abi Bakar.
Dan diriwayatkan pula pendapat yang lain.[6]
2.      Yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab yang ada,yang mana dengannyalah Al-Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa yang paling fasih dikalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam ahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, atau Yaman: karena itu maka  secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya,karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran diberbagai surat Al-Qur’an, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
Menurut Abu Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Qur’an. Sebagiannya bahasa Quraisy ,sagian bahasa yang lain bahasa Hudzail, Hawazin, Yaman, dan lail-lain. Dia menambahkan bahwa sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominan dalam Al-Qur’an.[7]
3.      Sebagian ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh segi, yaitu: amr (perintah), nahyu (larangan), wa’ad (ancaman), jadal (perd
4.      ebatan), qashash (cerita), dan matsal (perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf .Sedang Al-Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf, yaitu; zair (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.”[8]
5.      Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu:
a.       Ikhtilaful asma’ (perbedaan kata benda): dalam bentuk mufrad, mudzakar dan cabang-cabangnya, seperti tatsniyah, dan jamak ta’nits.
b.      Pebedaan dalam segi i’rab
c.       Perbedaan dalam tashrif
d.      Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan) dan ta’khir (memgakhirkan).
e.       Perbedaan dalam segi ibdal
f.       Perbedaan dengan sebab adanya penambahan dan pengurangan.
g.      Perbedaan lahjah dengan pembacaan tafkhim (terbal) dan tarqiq (tipis) fathah dan imalah, izhar dan idgham, hamzah dan tashil.
h.      Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bahwa bilangan tujuh itu tidak bisa diartikan secara harfiah, tetapi angka tujuh tersebut hanya sebagai simbol kesempurnaan menurut kebiassaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Al-Qur’an merupkan batas dan sumber utama bagi semua perkataan orang Arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi.
i.        Ada juga ulama yang berpendapat ,yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qira’at sab’ah.

E.     Hikmah dari Turunnya Al-qur’an dengan Tujuh Huruf (ahruf sab’ah)

1.      Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing ,dan belum terbiasa menghafal syariat, apalagi mentradisikannya. Hikmah ini ditegaskan oleh beberapa hadits antar lain dalam ungkapan berikut:
Ubay berkata,Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bertemu dengan Jibril di Ahjar Mira’ lalu berkata “Aku ini diutus kepada umat  yang ummi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek-kakek dan nenek-nenek.” Maka kata Jibril,Hendaklah mereka membaca Al-qur’an dengan tujuh huruf.”[9]
2.      Bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi naluri kebahasaan orang Arab. Al-qur’an banyak mempunyai pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang  Arab, sehinggga setiap orang Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama naluri mereka dan lahjah kaumnya ,tanpa mengganggu kemukjizatan Al-Qur’an yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Mereka memang tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa, melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
3.      Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab, perubahan bentuk lafazh pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan berbagai hukum daripadanya. Hal inilah yang menyebabkan Al-Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istimbat dan ijtihadnya berhujjah dengan qira’at tujuh huruf ini.


BAB III
SIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Al-Qur’an diturunkan dengan dua tahap yaitu, tahap pertama dari Lauhil Mahfuzh ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam lailatul qadar dan tahap kedua dari sama’dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua puluh tiga tahun.
2. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an yaitu:
    a. Meneguhkan hati atau tanggapan Nabi s.a.w dalam menghadapi celaan dari orang-orang   musyrik
b. Meringankan Nabi Muhammad s.a.w. dalam menerima wahyu
c. Tadarruj (selangkah demi selangakah ) dalam menetapakan hukum samawy
d. Mempermudah dalam menghapal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin serta mempermudah pemahaman dan penghayatan mereka.
e. Sejalan dengan kisah-kisah yang tejadi dan mengingatkan atas kejadian itu
f. Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasannya Al-Qur’an diturunkan dari Dzat yang Maha Bijaksana lagi Terpuji
3. Berbedanya pendapat para ulama tentang turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
4. Hikmah dari Turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf (ahruf sab’ah)
1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi,yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing ,dan belum terbiasa menghafal syariat ,apalagi mentradisikannya.
2. Bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi naluri kebahasaan orang Arab.
3. Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Al-qaththan, Manna. 2006. Pengantar Ilmu Studi Qur’an. Jakarta:Pustaka Al-kautsar
Shabuny,Mohammad A.A.1987.Pengantar studi al-qur’an (At-Tibyan).Bandung: Al-Ma’arif.
Muhammad, Adnan, Drs. 2005. Ulumul Qur’an. Jakarta: Restu Illahi
Riyadh. 2011. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: Maha Jaya.




[1] Hadits riwayat Hakim
[2] Hadits riwayat Thabrany
[3] Hadits riwayat Hakim dan Baihaqi
[4] Shaheh Bukhari III,hal.227
[5] As-Suyuthi berkata,”penafsiran ulama tentang makna hadits ini tidak kurang dari empat puluh pendapat (Al-Itqan,1/45
[6] Lihat Al-Itqan ,1/47
[7] Al-Itqan,1/47
[8][8] H.R. Alhakim dan Baihaqi.
[9] H.R. Ahmad,Abu Dawud ,At-Tirmidzi,dan Ath-Thabari dengan isnad yang shahih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar