BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula
mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri peserta didik. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan
tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya
penerimaanya. Jadi, belajar adalah suatu proses yang aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada peserta didik. Belajar merupakan
suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi
yang ada pada peserta didik.
Belajar merupakan sebuah proses yang terjadi
pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan
yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau
teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya
bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap
lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan
tersebut.
Secara luas,
teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok
manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat
perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor.
Dalam suatu
pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara
umum teori belajar dikelompokan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1)
Teori Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitifistik (3) Teori Belajar
Konstruktifistik (4) Teori Belajar Humanistik.
Salah satu
teori belajar yaitu humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai
dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Teori ini menyakini bahwa klien
sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
dalam Sudrajat bahwa teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada
klien. (Sudrajat, 2013).
Deskripsi di
atas menunjukkan betapa pentingnya mendeskripsikan dan mengkaji teori belajar
humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran di tengah kegagalan pendidikan
di Indonesia yang lebih mementingkan dan hanya menjadikan aspek kognitif
sebagai acuan terbesar dalam mengukur kualitas pendidikan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar
belakang, dapata diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud
dengan teori belajar humanistik?
2. Siapakah tokoh-tokoh
dalam teori belajar humanistik?
3. Bagaimana Kekurangan dan kelebihan teori belajar humanistik?
4. Bagaimana
aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
5. Bagaimana peranan belajar humanistik dalam prespektf islam?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan
deskripsi tentang teori belajar humanistik.
2. Untuk mengetahui
tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3. Untuk mengetahui Kekurangan dan kelebihan teori belajar humanistik.
4. Untuk mendapatkan
gambaran tentang aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam
pembelajaran.
5. Untuk mengetahui bagaimana peranan belajar humanistik dalam prespektf islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori belajar
ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta
didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori
belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses
belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori
ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada
belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia
keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya)
dapat tercapai.
Dalam teori
belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)
Selanjutnya
Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan
nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan
pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir
produktif Pendekatan sistem bisa dapat di lakukan sehingga para peserta didik
dapat memilih suatu rencana pelajaran agar mereka dapat mencurahkan waktu
mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan
dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-aktifitas kreatif
yang mungkin dilakukan.pembatasan praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin
di tentukan oleh keterbatasan bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam
pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang membatasi keanekaragaman
pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).
Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada dalam diri mereka.
Jadi, teori
belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya.
B.
Para ahli yang tergabung di belajar humanistik
Banyak
tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb yang terkenal dengan
“Belajar Empat Tahap” nya, Honey dan Mumford dengan pembagian tentang
macam-macam siswa, Hubermas dengan “Tiga macam tipe belajar”nya, serta Bloom
dan Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom” nya. Pandangan
masing-masing tokoh terhadap belajar dideskripsikan sebagai berikut.
1. Pandangan Kolb terhadap
belajar
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi
tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu ;
a)
Tahap
pengalaman konkret
Pada tahap awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang dapat mengalami
suatu peristiwa sebagaimana adanya. Ia dapat melihat, merasakan, dan menceritakan
peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya, namun belum mampu
memahami, menyadari, dan menjelaskan tentang hakikat dari peristiwa tersebut. (Budiningsih. 2012)
b) Tahap pengamatan aktif dan
reflektif
Seseorang
semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap
peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan
memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang
dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa
terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi.
c) Tahap konseptualisasi
Seseorang
sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori,
konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek
perhatiannya. Banyak berfikir induktif untuk merumuskan suatu aturan umum dari
berbagai contoh peristiwa yang dialaminya walaupun berbeda kejadian.
d) Tahap eksperimentasi aktif
Seseorang
sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan
kedalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan
dan menguji teori-teori serta konsep-konsep dilapangan. Ia tidak lagi
mempertanyakan asal usul teori atau rumusan, tetapi ia mampu menggunakan teori atau
rumusan-rumusan tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum
pernah ia jumpai sebelumnya.
2. Pandangan Honey dan Mumford
terhadap belajar
Honey dan
Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar kedalam 4 macam, yaitu:
a) Kelompok aktivis
Kelompok
aktivis adalah kelompok yang melibatkan diri dalam berbagai kegiatan dengan
tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Biasanya mereka mudah diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat
orang lain, dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam rnelakukan suatu
tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak
didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalarn kegiatan belajar,
orang-orang demikian senang pada hal‑hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru,
seperti pemikiran baru, pengalaman baru, dan sebagainya, sehingga metode yang
cocok adalah problem solving, brainstorming. Namun mereka akan
cepat bosan dengan kegiatan‑kegiatan yang implementasinya memerlukan waktu
lama.
b) Kelompok reflektor
Mereka yang
termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan
dengan kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan, kelompok reflektor
sangat berhati‑hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik‑buruk dan untung‑rugi, selalu diperhitungkan
dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang‑orang demikian tidak mudah
dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservafif.
c) Kelompok teoris
Mereka memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu
berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya.Mereka tidak menyukai
pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam memutuskan sesuatu,
kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai
hal‑hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai
pendirian yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d) Kelompok pragmatis
Mereka memiliki sifat‑sifat yang praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori‑teori, konsep‑konsep,
dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek‑aspek
praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan.Bagi mereka, sesuatu adalah
baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3. Pandangan
Habermas terhadap belajar
Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jlka ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan belajar yang yang dimaksud disini adalah lingkungan
alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Dengan demikian pandangan dari tokoh ini dibagi 3, antara lain :
a) Belajar Teknis (technical learning)
Belajar teknis adalah cara belajar seseorang agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan
ketrampilan apa yang dibutuhkan
dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam
sekitarnya dengan baik.
b) Belajar Praktis (practical learning)
Sedangkan
yang dimaksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di
sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan interaksi
yang harmonis antara sesama manusia.
c) Belajar Emansipatoris (emancipatory learning)
Belajar emansipatoris menekankan
upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan
terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya.
Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta
sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural (tujuan
pendidikan yang paling tinggi menurut Habermas).
4. Pandangan
Bloom dan Krathwohl terhadap Belajar
Mereka lebih menekankan
perhatiannya pada apa. yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan
belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang
dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Ada tiga kawasan dalam taksonomi
Bloom tersebut :
a) Domain kognitif,
terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2) Pemahaman (menginterpretasikan)
3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4) Analisis (menjabarkansuatukonsep)
5) Sintesis (
menggabungkan bagian‑bagian kosep menjadi suatu konsep utuh)
6) Evaluasi ( membandingkan nilai‑nila, ide, metode, dsb.)
b) Domain
psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Peniruan (menirukan gerak)
2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4) Perangkaian (melakukan
beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
c) Domain afektif terdiri atas 5
tingkatan, yaitu:
1) Pengenalan
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2) Merespon
(aktif berpartisipasi)
3) Penghargaan
(menerima nilai‑nilai, setia kepada nilai‑nilai tertentu)
4) Pengorganisasian
(menghubung‑hubungkan nilai‑nilai yang dipercayainya)
5) Pengamalan
(menjadikan nilai‑nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
Selain ke empat tokoh di
atas, menurut Dra. Hj. Nurul Azmi, MA dalam buku “Belajar dan Pembelajaran
(suatu tinjauan teoritis dan praktis)” (2015:27-28) terdapat 2 tokoh tambahan
yang termasuk ke dalam tokoh humanistik, diantaranya yaitu:
1.
Pandangan Carl Rogers terhadap belajar
Carl rogers mengemukakan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak
dipaksa, melainkan membiarkannya belajar bebas, mengambil keputusan sendiri dan
berani bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Sehingga dapat diambil
5 point penting menurut Rogers, yaitu:
a)
Hasrat untuk belajar
Hasrat yang dimaksud adalah hasrat ingin tahu yang terus-menerus terhadap
dunia sekelilingnya. Dalam proses mencari jawabannya, seseorang mengalami
aktivitas-aktivitas belajar.
b)
Belajar bermakna
Seseorang yang beraktivitas akan selalu menimbang-nimbang apakah
aktivitas tersebut mempunyai makna bagi dirinya, jika tidak tentu tidak akan
dilakukannya.
c)
Belajar tanpa hukuman
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman mengakibatkan anak bebas
melakukan apa saja, mengadakan eksperimentasi hingga menemukan sediri sesuatu
yang baru.
d)
Belajar dengan inisiatif sendiri
Proses belajar diperlukan adanya pemikiran dan pengembangan atas
inisiatif atau pendapat pada masing-masing pelajar, sehingga diharapkan mampu
mengarahkan dirinya sendiri, menentukan dirinya sendiri dan berusaha menimbang
hal yang baik bagi dirinya.
e)
Belajar dan perubahan
Seiring perkembangan zaman yang terus meningkat, seorang pelajar diharapkan
agar dapat belajar menghadapi kondisi dan situasi tersebut dan bukan hanya
sekedar mengingat atau menghafal fakta.
2.
Pandangan Abraham Maslow terhadap belajar
Teori Maslow dikenal dengan “teori kebutuhan”. Adapun tahapan-tahapan
kebutuhan tersebut antara lain:
a)
Physioogical needs
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan akan makan dan minum, pakaian dan
tempat tinggal, termasuk juga kebutuhan biologis. Disebut sebagai kebutuhan
paling dasar karena dibutuhkan semua makhluk hidup, termasuk manusia.
b)
Safety/security needs
Kebutuhan akan rasa aman secara fisik dan psikis. Aman secara fisik,
seperti terhindar dari gangguan kriminalitas, dan sebagainya. Aman secara
psikis, misalnya tidak kena marah, tidak diejek, tidak direndahkan, tidak
dimutasikan dengan tidak jelas, diturunkan pangkatnya, dan lain sebagainya.
c)
Social needs
Kebutuhan sosial dibutuhkna manusia agar ia dianggap sebagai warga
komunitas sosialnya. Bagi siswa agar dapat belajar dengan baik, ia harus merasa
diterima dengan baik oleh teman-temannya.
d)
Esteem needs
Kebutuhan ego termasuk keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise.
Seseorang membutuhkan kepercayaan dan tanggung jawab dari orang lain. Dalam
pembelajaran dengan diberikan tugas-tugas yang menantang, maka siswa akan
terpenuhi kebutuhan egonya.
e)
Self actualization needs
Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan untk membuktikan dan menunjukan
dirinya kepada orang lain. Atinya, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin
potensi yang dimilikinya dalam suasana dan lingkungan yang kondusif.
C.
Aplikasi dan Implementasi teori belajr humanistik disekolah
Penerapan teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Barbara. 2005).
Peserta didik
berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas
guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi
perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman
kelas
2. Fasilitator membantu untuk
memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing
peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya,
sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna
tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan
menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan
para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai
suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi
ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah
mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta
didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta
dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga
tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang
fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan peserta
didik
2. Menggunakan ide-ide peserta
didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi
dengan peserta didik
4. Menghargai peserta didik
5. Kesesuaian antara perilaku
dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir
peserta didik (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7. Tersenyum pada peserta
didik. (Syaodih, 2007: 152)
Guru-guru cenderung berpendapat bahwa
pendidikan adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan
pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di
serahkan begitu saja kepada peserta didik.
D.
Kekurangan dan kelebihan teori belajar humanistik
1.
Kelebihan teori belajar humanistik
Setiap
metode pembelajaran tentunya memiliki kekurangan serta kelebihan bagi yang
menerapkannya. Hal tersebut tergantung dari pribadi masing-masing yang
dimiliki. Berikut beberapa kelebihan teori belajar humanistik.
a.
Tumbuhnya kreatifitas peserta
didik
Dengan
belajar aktif dan mengenali diri maka kreatifitas ang sesuai dengan karakternya
akan muncul dengan sendirinya. Dengan begitu akan muncul keragaman karya. Jika
berlanjut kepada nilai jual misalnya maka itu juga akan menambah pemasukan atau
paling tidak ada perasaan senang karena karyanya dihargai.
b.
Semakin canggihnya teknologi maka
akan semakin maju perkembangan belajarnya
Canggihnya teknologi
ternyata mampu membangun motivasi dalam diri peserta didik untuk belajar. Hal
inilah yang membuat pikirannya terasah untuk menemukan pengetahuan baru.
c.
Tugas guru berkurang
Dengan peserta didik
yang melibatkan dirinya dalam proses belajar itu juga akan mengurangi tugas
guru karena guru hanylah failisator peserta didik. Guru tidak lagi memberikan
‘ceramah’ yang panjang, cukup dengan memberikan pengarahan-pengarahan.
d.
Mendekatkan satu dengan yang
lainnya
Bimbingan guru kepada
peserta didik akan mempererat hubungan antar keduanya. Seringnya berkomunikasi
akan menciptakan suasana yang nyaman karena peserta didik tidak merasa takut
atau tertekan. Begitupun antar peserta didik. Berdiskusi atau belajar kelompok
akan membuat persahabatan semakin erat, memahami satu sama lain, menghargai
perbedaan dan menumbuhkan rasa tolong menolong. (Laudia, 2014)
2.
Kekurangan teori belajar humanistik
Jika penerapan teori ini tidak terkontrol, murid akan mempunyai sikap egois
yang tinggi. Melakukan apa yang mereka inginkan tanpa batas, siswa tidak
mengetahui bahwa dirinya memiliki kepribadian yang unik. Karena dalam teori ini
guru adalah fasilitator maka kurang cocok diterapkan pada siswa yang pola
pikirnya kurang aktif atau pasif. Karena bagi siswa yang kurang aktif dia akan
takut atau malu untuk bertanya pada agurunya sehingga dia akan tertinggal oleh
teman-temannya yang aktif dalam kegiatan pembelajaran, padahal dalam teori ini
guru akan memberikan respon bila murid yang diajar juga aktif dalam menanggapi
respon yang diberikan oleh guru. Karena siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) maka keberhasilan proses pembelajaran lebih banyak ditentukan
oleh siswa itu sendiri, peran guru dalam proses pembentukan dan pendewasaan
kepribadian siswa menjadi berkurang. (Darsono. 2001)
E. Peranan
belajar humanistik dalam prespektf islam
Dalam Islam, pemikiran pendidikan humanistik
bersumber dari misi utama kerasulan Muhammad, yaitu memberikan rahmat dan
kebaikan kepada seluruh umat manusia dan alam semesta (Q.S. Saba>’/34: 28
dan al-Anbiya>’/21: 107). Spirit ayat inilah yang mengilhami pemikiran
pendidikan yang dikembangkan menjadi pendidikan humanistik yang juga disebut
pendidikan humanistik-Islami.
Istilah “pendidikan humanistik-Islami” mencakup
dua konsep pendidikan yang ingin diintegrasikan, yakni pendidikan humanistik
dan pendidikan Islam. Dalam pengintegrasian dua konsep pendidikan ini
dimaksudkan juga untuk mengurangi kelemahannya. Pendidikan humanistik yang
menekankan kemerdekaan individu diintegrasikan dengan pendidikan religius
(Islam) agar dapat membangun kehidupan sosial yang menjamin kemerdekaan dengan
tidak meninggalkan nilai ajaran agama. Kemerdekaan individu dalam pendidikan
humanistik-Islami dibatasi oleh nilai ajaran Islam. Nilai-nilai agama
diharapkan menjadi pendorong perwujudan nilai-nilai kemanusiaan. Pemisahan
antara kedua konsep tersebut akan menyebabkan tidak terwujudnya nilai-nilai
humanisme Islam dalam sistem pendidikan.
Kata “Islam” dalam istilah tersebut tidak
dimaksudkan untuk mendikotomikannya dari jenis pendidikan lain, meskipun dengan
sendirinya memasuki wilayah perbedaan antara keduanya. Lafal “Islam” hanya
untuk menegaskan bahwa kajiannya didasarkan pada nilai-nilai atau ajaran Islam.
Karena itu, “pendidikan humanistik-Islami” hanyalah merupakan suatu model
pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam yang pelaksanaannya
menggunakan humanisme sebagai pendekatan. Pendidikan ini menjadikan humanisme
Islam sebagai pijakan dalam pelaksanaannya.
Pendidikan dalam arti luas, menurut Zamroni,
merupakan proses yang berkaitan dengan upaya mengembangkan diri seseorang pada
tiga aspek kehidupan, yakni pandangan hidup, sikap hidup, dan ketrampilan hidup. Pendidikan berperan menyiapkan
generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara
lebih efektif dan efisien. Pendidikan membimbing dan membentuk diri manusia
menuju masa depan yang gemilang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori humanisme merupakan konsep belajar yang lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi
manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Psikologi humanistik sangat relevan dengan
dunia pendidikan, karena aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri
manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada
setiap manusia. Teori belajar humanistik ini memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat disajikan oleh
pemateri mengenai teori belajar
humanistik, semoga makalah ini menjadi referensi tambahan
untuk belajar teman-teman semua. Dapat disadari bahawa makalah ini jauh dari
kata sempurna dan tak luput dari kesalahan serta kekurangan, oleh karena itu
kami sebagai penyaji memohon kiranya pembaca mau memberikan kritik dan saran
untuk memperbaiki makalah ini sesuai apa yang diharapkan oleh semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Dra. Hj. Nurul. 2015. Belajar
dan Pembelajaran (suatu tinjauan teoritis dan praktis). Cirebon: CV. Elsi Pro
Budiningsih, DR. C. Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
Dakir. 1993. Dasar
–dasar psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Darsono,
Max. 2001. Belajar dan
Pembelajaran. Semarang:
IKIP Semarang Press.
Laudia, Eltiana. 2014. Kekurangan dan Kelebihan Teori Behavioristik dan Humanistik. [Online]
Tersedia dalam: http://afidburhanuddin. wordpress. com/2014/05/19/kekurangan-dan-kelebihan-teori-behavioristik-dan-humanistik-2/ Diakses 15 Oktober 2015.
Seels, Barbara& Richey, Rita C. 2005. Instructional
Technology, the Definition and
Domain of the Field, Washington: AECT.
Sugihartono,dkk.
2006. Psikologi Pendidikan. Yoyakarta: FIP UNY.
Syaodih, 2007. Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Uno, Hamzah
B. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara