BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu sistem yang memungkinkan
proses kependidikan Islam berlangsung secara konsisten dan
berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau
kelembagaan pendidian Islam. Dalam sejarah pendidikan Islam, sejak Nabi
melaksanakan tugas agama secara aktif , di kota Mekah telah didirikan lembaga
dimana Nabi memberikan pelajaran tentang agama Islam secara menyeluruh di
rumah-rumah dan masjid-masjid. Salah satu rumah yang terkenal dijadikan tempat
berlangsungnya pendidikan Islam ialah Dar al-Arqam di Mekah dan masjid Annabawy
di Madinah al-Munawwarah . Di dalam masjid inilah berlangsung proses belajar
mengajar berkelompok dalam halaqah dengan masing-masing gurunya yang
terdiri dari para sahabt Nabi .
Saat ini Institusi kependidikan
Islam berkembang dalam bentuk formal (madrasah) semua jenjang sampai dengan
universitas (al-jamiah ) dan bentuk nonformal (majelis taklim, pesantren
) dan pendidikan individual (langsung dengan guru,ulama). Kurang tertatanya
pendidikan di Indonesia dewasa ini menyebabkan terjadinya
ketimpangan-ketimpanga .Dengan latar belakang inilah dalam makalah ini akan
dikaji mengenai :
1. Kementrian
Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia.
2. Pondok
Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam Tertua di Indonesia.
3. Masa
Depan Persekolahan di Indonesia.
4.
Pendidikan Agama di sekolah Umum.
- Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang
ada ,rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa
peran Kementrian Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia ?
2. Bagaimana
sejarah pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tertua di indonesia ?
3. Bagaimana
masa depan persekolahan di Indonesia ?
4. Bagaimana
pendidikan agama di seolah umum ?
- Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini diantaranya adalah :
1. Untuk
mengetahui peranan Kementerian Agama sebagai manager kehidupan beragama di
Indonesia
2. Untuk
mengetahui sejarah Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tertua di
indonesia
3. Untuk
mengetahui masa depan persekolahan di Indonesia
4. Untuk
menggali informasi mengenai pendidikan agama di sekolah umum
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kementrian
Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia
Peran
Departemen Agama ( Depag ) yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946 ini secara
intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia . Orientasi
usahanya dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar
pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, disamping pada pengembangan
madrasah. Secara lebih spesifik ,usaha
ini ditangani oleh satu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama .
Dalam salah satu dokumen disebutkan bahwa tugas bagian pendidikan di lingkungan
Depag meliputi :
1. Memberi pengajaran agama di sekolah
negeri dan partikelir.
2. Memberi pengetahuan umum di
madrasah.
3. Mengadakan Pendidikan Guru Agama (
PGA ) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri
( PHIN ). ( Maksum,1999)
Selain uraian diatas Tugas Kementerian Agama
juga mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri
dan sejahtera lahir batin . Ada lima yang menjadi program strategis, yaitu :
1. Peningkatan kualitas kehidupan
beragama,
2. Peningkatan kualitas kerukunan umat
beragama,
3. Peningkatan kualitas pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan,
4. Peningkatan pelayanan ibadah haji,
5. Tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance).
Tolok-ukur
keberhasilan program tersebut tak seluruhnya dapat dituangkan dalam grafik dan
angka-angka yang bersifat kualitatif. Peningkatan kualitas kehidupan beragama,
kerukunan umat beragama, serta pendidikan agama dan keagamaan mencakup dimensi
pembangunan manusia dan perubahan masyarakat, yang tentu pula membutuhkan
proses dan waktu untuk menikmati hasilnya.
B. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan
Islam Tertua di Indonesia
Istilah pondok pesantren bisa
disebut dengan pondok saja atau pesantren. Secara esensial, semua istilah ini
mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Pada pesantren,
santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren tersebut.
Mereka tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri kalong)
dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama islam diberikan dengan
system wetonan yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu
tertentu.[1]
Sebagai institusi pendidikan islam
yang dinilai paling tua, pondok pesantren memiliki akar tramsmisi sejarah yang
jelas. Orang yang pertama kali mendirikanya dapat dilacak meskipun ada sedikit
perbedaan pemahaman. Dikalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pemahaman
pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka
menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Magribi,
dari Gujarat, India, sebagai pendiri atau pencipta pondok pesantren yang
pertama di Jawa.[2]
Muh. Said dan Junimar Affan
menyebut Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pondok pesntren pertama
di Kembang Kuning Surabaya.[3]
Bahkan Kiai Machrus Aly menginformasikan bahwa disamping Sunan Ampel (Raden
Rahmat) Surabaya, ada ulama yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif
Hidayatullah) di Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama, sewaktu
mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam khalwat, beribadah secara istiqamah
untuk ber-taqarrub kepada Allah.[4]
Namun secara esensial dapat diyakini bahwa wali yang berasal dari Gujarat ini memang
telah mendirikan pondok pesantren di Jawa sebelum wali lainya.
Menurut S.M.N. Al-attas, Maulana
Malik Ibrahim itu oleh kebanyakan ahli sejarah dikenal sebagai penyebar pertama
Islam di jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa, bahkan
berkali-kali mencoba menyadarkan raja hindu-budha Majapahit , Vikramavardhama
agar sudi masuk Islam.[5]
Sementara itu diidentifikasi bahwa pesantren mulai eksis sejak munculnya
masyarakat Islam di Nusantara.[6]
Akan tetapi mengingat pesantren yang dirintis Maulana Malik Ibrahim itu belum
jelas sistemnya,maka keberadaan pesantrenya itu masih dianggap spekulatif dan
diragukan.
Mengenai teka-teki siapa pendiri
pondok pesantren pertama kali di Jawa khususnya, agaknya analisis Lembaga
Research Islam (Pesantren Luhur) cukup cermat dan dapat dipegangi sebagai
pedoman. Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama
sendi-sendi berdirinya pesantren. Sedangkan Imam Rahmatullah (Raden Rahmat atau
Sunan Ampel) sebagai wali Pembina pertama di Jawa Timur.[7]
Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif
Hidayatullah) mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel, bukan bersamaan.
Sebagian ulama yang memandang Sunan Gunung Jati sebagai pendiri pesantren
pertama mungkin saja benar, tetapi khusus di wilayah Cirebon atau secara umum Jawa
Barat, bukan di Jawa secara keseluruhan.[8]
Pada awal rintisannya, pondok
pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru
misi yang kedua ini lebih menonjol. Mastuhu melaporkan bahwa pada periode
awalnya pesantren berjuang melawan agama dan kepercayaan serba tuhan dan
takhayyul, pondok pesantren tampil membawakan misi agama tauhid.[9]
Pondok pesantren berjuang melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian,
perampokan, pelacuran, perjudian dan sebagainya. Akhirnya pondok pesantren
berhasil membasmi maksiat, kemudian mengubahnya menjadi masyarakat yang aman,
tentram dan rajin beribadah.[10]
Menurut Ma`Ahum fungsi pondok
pesantren semula mencakup tiga aspek yaitu Fungsi religious (diniyyah), Fungsi
sosial (ijtimaiyyah), Fungsi edukasi (tarbawiyyah).[11]
Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang.[12]
fungsi lain adalah sebagai Pembina moral dan kultural. Disamping itu pondok
pesantren juga berperan dalam berbagai bidang lainya secara multidimensioanal
baik berkaitan langsung dengan aktivitas-aktivitas pendidikan pesantren maupun
diluar wewenangnya. Dimulai dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,hasil dari
berbagai observasi menunjukan bahwa pesantren tercatat memiliki peranan penting
dalam sejarah pendidikan ditanah air dan telah banyak memberikan sumbangan
dalam mencerdaskan rakyat.[13]
Pondok pesantren juga terlibat
langsung menanggulangi bahaya narkotika. Wahid menyatakan bahwa disalah satu
pondok pesantren besar di Jawa Timur, seorang kiai mendirikan sebuah SMP, untuk
menghindarkan penggunaan narkoba di kalangan santri yang asalnya putra-putri
mereka disekolahkan di luar pesantren.[14]
Bahkan pondok pesantren Suryalaya sejak 1972 telah aktif membantu pemerintah
dalam masalah narkotika dengan mendirikan lembaga khusus untuk menyembuhkan
korbanya yang disebut “Pondok Remaja Inabah”.[15]
C. Masa
Depan Persekolahan di Indonesia
Prospek pendidikan Islam di Indonesia pada masa
mendatang , harus dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan
Islam di Indonesia yang ada pada hari ini . Melihat kendala yang dihadapi oleh
pendidikan nasional , minimal telah terpantul sinar yang juga menggambarkan
tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun kendala
tersebut berupa :
1. Kurikulum
yang belum mantap ,terlihat dari beragamnya jumlah persentase untuk pelajaran
umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
2. Kurang
berkualitasnya guru ,yang dimaksud disini adalah kurang kesadarn profesional ,
kurang inovatif , kurang berperan dalam pengembangan pendidikan , kurang
terpantau ( Dardji Darmodiharjo 180, Winarno Surakhmad 1981 , dan Beeby 1976 )
3. Belum
adanya sentralisasi dan desentralisasi
4. Dualisme
pengelolaan pendidikan , yaitu antara Depag dan Depdikbud .
5. Sisa-sisa
pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
6. Kendali
yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi .
7. Minimnnya
persamaan hak dengan pendidikan umum .
8. Minimnya
peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas , dan lain-lain.
Dari
kendala yang ada pada masa kini ,prospek pendidikan Islam di Indonesia pun
tidak banyak melangkah jauh . Artinya , pendidikan Islam di Indonesia untuk
beberapa tahun mendatang masih harus menyelesaikan persoalan-persoalan yang
sedang dihadapi oleh pendidikan Islam di Indonesia masa kini .
Menurut
Kuntowibisono ,apapun bentuk pendidikan pada masa mendatang , sangat erat
kaitannya dengan keberhasilan pembangunan dihari esok. Karena pembangunan pada
masa yang akan datang akan berkisar pada persoalan advanced technology ,
adaptive technology dan protective technology .
Ungkapan
yang dikemukakan oleh Kuntowibisono tersebut
, merupakan duta bagi keadaan yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam
pada masa yang akan datang . Artinya pendidikan Islam sudah harus mempersiapkan
diri sejak dini agar dapat mengimbangi gerak laju pembangunan yang terus
digerakkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam hal ini , pendidikan Islam , disamping harus mampu menjadi sokoguru
pembangunan moral bangsa sekaligus juga
harus mampu bertindak sebagai mitra dalam memutar gerak roda pembangunan
Indonesia pada masa yang akan datang .
Hal
tersebut perlu diingatkan kepada para pengelola pendidikan Islam yang ada pada
saat ini , khususnya pendidikan tinggi yang masih belum strategis . Pendidikan
Islam masih berperan sebagai pelestari dan transmisi dari kitab-kitab kuning
yang mewakili pemikiran Islam pada masa imam mazhab beberapa abad yang lalu .
Kasarnya , pendidikan Islam pada masa kini terutama di Indonesia yang mayoritas
Islam belum mampu mengadakan eksplorasi .
Oleh
sebab itu , Pendidikan Islam Indonesia pada masa yang akan datang memerlukan
satu orientasi baru sebagai upaya terhadap perubahan kea rah pengembangan
teknologi atau merombak pola pikir pendidikan Islamm dari pola konvensonal ke
pola keilmuan .
Problem
lain yang harus dilihat untuk mengantisipasi pendidikan Islam pada masa yang
akan datang adalah belum terlaksananya pemaknaan dari keseluruhan sistem yang dikehendaki oleh Undang-undang sistem
pendidikan Nasioanl . Padahal yang harus disadari ialah bahwa era perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini , lebih-lebih pada pada masa
mendatang , akan memporakporandakan manusia beserta kehidupannya tanpa mengenal
waktu dan ruang. Sebagaimana yang kita rasakan ,bahwa teknologi tidak bisa
terlepas dari kehidupan manusia . Dengan demikian ,berarti manusia dalam
beraktivitas tidak hanya sekadar mencakup kepentingan dirinya sendiri atau
dunianya sendiri , tetapi telah merupakan satu high interdependency , satu keterkaitan secara utuh dan menyuruh .
Indonesia
yang mayoritas penduduknya beragama Islam ternyata belum mampu menumbuhkan
budaya teknologi dan diversifikasi sumber daya manusia . Hal ini dapat terjadi
,disamping masalah strategi pendidikan yang belum sepenuhnya mengarah pada
penguasaan teknologi tinggi ( high tech ), kondisi sosial ekonomi bangsa
Indonesia masih banyak bergantung pada
beberapa aspek, seperti sumber daya alam , penyebaran penduduk dan kesejahteraan
yang belum merata. selain itu , jumlah penduduk yang hidup dibawah garis
kemiskinan terus berada pada pada tingkat persentase yang cukup besar .
Masa
depan sekolah Islam di Indonesia kini diperebutkan. Bukan karena mereka
beresiko punah, tapi karena mereka kini dipandang serius, termasuk dalam dekade
terakhir ini di mana Pemerintah Australia turut mengucurkan dana lewat program
AUSAID. Dukungan Australia banyak mengalir ke sekolah-sekolah Islam dalam
berbagai program untuk meningkatkan standar pendidikan.
Jamhari
Makruf menuturkan, hal tersebut bisa dipahami, mengingat di sekolah-sekolah
Islam, ada potensi kemunculan radikalisme agama dan jika kita mengingat sosok
Abu Bakar Ba'ashir, tokoh ideologis Jamaah Islamiyah, ia memimpin sebuah
pesantren yang terkait dengan pejuang jihad. “Dalam dua atau tiga tahun ini ada
sekitar 300 pesantren yang didanai Australia. Saya pikir dampaknya cukup
besar,” ujar Jamhari.
Ia menuturkan, ada semacam ‘perang &rsquo antara kelompok Islam konservatif dan progresif, namun institusi pendidikan Islam harus mampu mencetak Muslim yang mengerti pengajaran agama yang modern, memahami karakter orang Indonesia dengan perspektif global.
Ia menuturkan, ada semacam ‘perang &rsquo antara kelompok Islam konservatif dan progresif, namun institusi pendidikan Islam harus mampu mencetak Muslim yang mengerti pengajaran agama yang modern, memahami karakter orang Indonesia dengan perspektif global.
Membangun
ikatan antara sistem pendidikan Islam dan institusi modern seperti demokrasi,
nilai-nilai sipil, masyarakat sipil, dan tata kelola yang baik akan menjadi hal
penting untuk mewujudkan sistem pendidikan Islam yang baru di Indonesia.
“Kami berusaha memahami konsep agama dan Ketuhanan Barat. Di saat yang sama, kami juga harus mencari teori dan konsep yang pas dalam tradisi kami sehingga kita bisa bertemu di tengah. Saya tak sepakat dengan adanya Islamisasi pengetahuan karena ini menyiratkan bahwa ada pembedaan, jurang yang cukup besar antara Island an ilmu pengetahuan. Kami yakin bisa tercapai integrasi di antara dua konsep ini,” kemuka Jamhari.
“Kami berusaha memahami konsep agama dan Ketuhanan Barat. Di saat yang sama, kami juga harus mencari teori dan konsep yang pas dalam tradisi kami sehingga kita bisa bertemu di tengah. Saya tak sepakat dengan adanya Islamisasi pengetahuan karena ini menyiratkan bahwa ada pembedaan, jurang yang cukup besar antara Island an ilmu pengetahuan. Kami yakin bisa tercapai integrasi di antara dua konsep ini,” kemuka Jamhari.
D. Pendidikan Agama di sekolah Umum
Pada tahun 1966 MPRS mengadakan
sidang untuk membersihkan sisa-sisa mental G30S/PKI . Dalam keputusannya ,
bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan . Dengan demikian , sejak
tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar ( SD )
sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia .
Sejak tahun 1966 telah terjadi
peubahan besar pada bangsa Indonesia , baik menyangkut kehidupan sosial , agama
maupun politik . Periode itu disebut
zaman Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru yang disebut angkatan ’66 .
pemerintahan Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 dan
melaksanakannya secara murni dan konsekuen . Pemerintah dan rakyat membangun
manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya . Berdasarkan tekad dan
semangat tersebut , kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya , makin
memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam
masyarakat pada umumnya . Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973
hingga sekarang , selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan ,
bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-kanak ( Bab V
pasal 9 ayat 1 PP Nomor 27 1990 dalam UU 2 Tahun 1989 ) .
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, tentang
Dasar-Dasar Pendidikan dan pengajaran di Sekolah, memberikan kesempatan untuk
masuknya pengajaran agama di sekolah-sekolah, disamping mengakui sekolah agama
( madrasah, yang diakui oleh Menteri Agama ) sebagai lembaga penyelenggara
kewajiban belajar . TAP MPRS No. 2 Tahun 1960 menetapkan: “ pemberian pelajaran
agama pada semua tingkat pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi negeri”, disamping pengakuan bahwa “ pesantren dan madrasah
sebagai lembaga pendidikan yang otonom di bawah pimpinan Departemen Agama.
Kemudian Tap MPRS No. 27 Tahun 1996, menetapkan bahwa “ pendidikan agama
menjadi mata pelajaran pokok dan wajib diikuti oleh setiap murid atau peserta
didik sesuai dengan agama masing-masing.
Pentingnya pembinaan dan
pembangunan kehidupan keagamaan ( termasuk lembaga pendidikan agama ) serta
pendidikan agama di sekolah-sekolah, dari sekolah dasar sampai dengan perguruan
tinggi negeri, selalu masuk dan mendapat perhatian yang seksama dalam GBHN.
Akhirnya, Tap MPR No. 2 Tahun 1988 tentang “Asas Tunggal”, yang menetapkan
bahwa “ Pancasila adalah satu-satunya asas” bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, lebih memantapkan usaha masuknya lembaga pendidikan
keagamaan ( pesantren dan madrasah ) dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
Dengan demikian, lebih memantapkan pula usaha mengintegrasikan pendidikan islam
ke dalam sistem pendidikan nasional.
Segala peraturan perundang-undangan
dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah, yang tampaknya mengarah kepada
usaha integrasi tersebut, merupakan persiapan untuk menyusun dan mewujudkan
undang-undang tentang “ satu sistem pendidikan dan pengajaran nasional”
sebagaimana dikehendaki oleh pasal 31 UUD 1945. Dengan telah disahkanya UU No.
2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka usaha integrasi
pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional mendapatkan dasar hukumnya
yang mantap. Sejak disahkannya UU ini,
maka isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
pendidikan agama, dan madrasah dinyatakan sebagai sekolah umum yang berciri
khas agama islam. Bahkan lebih jelas lagi tertuang di dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .
Sistem pendidikan islam yang ada
dan yang berkembang merupakan salah satu bentuk dan usaha pelaksanaan syariat
islam, mendapat kesempatan dan jaminan untuk tetap berlangsung dan berkembang,
serta mendapatkan perhatian dan bantuan dari pemerintah. Menurut ajaran islam,
pendidikan merupakan bagian hakiki dari tugas pengabdian dan kekhalifahan
manusia terhadap Tuhan, yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Agama Islam mengajarkan bahwa setiap umat Islam wajib mendakwahkan dan
mendidikan ajaran agama Islam kepada yang lain,salah satunya dengan masuknya
pelajaran agama ke sekolah-sekolah umum.
Firman Allah
dalam Q.S Al-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”[
Adanya keserasian antara ilmu pengetahuan dan agama
menunjukkan bahwa agama dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan . dalam arti keyakinan beragama (sebagai hasil pendidikan agama)
diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek dan
sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama. Ilmu
pengetahuan berbicara know what dan know why, dan teknologi
berbicara know how. Sedangkan agamalah yang bisa mnuntun manusia untuk
memilih mana yang patut, bisa, benar, dan baik untuk dijalankan dan
dikembangkan. Di sinilah letak peranan pendidikan agama (Islam) dan sekaligus
pendidiknya (GPAI di sekolah) dalam mengantisipasi perkembangan kemajuan iptek.
Dalam arti, mampukah guru pendidikan agama slam meegakkan landasan akhlak
al-kaimah, yang menjadi tiang utama ajaran agama, tatkala dominasi temuan
iptek sudah demikian hebat dan menguasai segala perbuatan dan pikiran umat
manusia.
Tantangan dunia
pendidikan pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan
terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan iptek
dan aspek kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik maupun sosial budaya.
Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus
dihadapi oleh pendidikan agama sebagai bagian dari proses penddikan bangsa.
Kalau dunia pendidikan di Indonesia memerlukan berbagai inovasi agar tetap
berfungsi optimal di tengah arus perubahan, maka pendidian agama juga
memerlukan berbagai upaya inovasi agar eksistensinya tetap bermakna bagi
kehidupan bangsa.
Berbagai uraian
tersebut menggambarkan betapa perhatian dan pengakuan bangsa Indonesia terhadap
sumbangan besar pendidikan Islam dalam upaya
mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Perhatian dan pengakuan
tersebut merupakan tantangan yang memerlukan respons positif dari para pemikir
dan pengelola Islam di Indonesia.
Pembangunan
Nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manus ia Indonesia dan masyarakat
Indonesia seutuhnya . Hal ini berarti adanya keserasian keseimbangan dan
keselarasan antara pembangunan bidang
jasmani dan rohani , antara bidang material dan spiritual , antara bekal
keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa , dengan sesama
manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang . Pembangunan seperti
itu menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama .
Teknik
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami
perubahan-perubahan tertentu , seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perubahan system proses belajar mengajar , misalnya tentang
materi pendidikan agama diadakan pengintegerasian dan pengelompokkan , yang
tampaknya lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu .
Pendidikan agama Islam pada hakikatnya
adalah upaya transfer nilai-nilai agama, pengetahuan dan budaya yang
dilangsungkan secara berkesinambungan sehingga nilai-nilai itu dapat menjadi
sumber motivasi dan aspirasi serta tolok ukur dalam perbuatan dan sikap maupun
pola berpikir. Sementara tekad bangsa Indonesia yang selalu ingin kembali
kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sangat kuat.
Berdasarkan tekad itu pulalah maka kehidupan beragama dan pendidikan agama
khususnya semakin mendapat tempat yang kuat dalam organisasi dan struktur
pemerintahan.
Kelahiran pendidikan agama yang sekarang
ini kita kenal menjadi mata pelajaran berakar dari pendidikan sekuler minus
agama yang dikembang Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi
mata pelajaran berakar dari pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan
pemerintah penjajah. Usaha menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran agama
ini menemukan momentumnya setelah terbit UU No. 4 Tahun 1950 dan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951
yang menjamin adanya pendidikan agama di sekolah umum.
Pembangunan Nasional memang dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara
pembangunan bidang jasmani dan rohani antar bidang material dan spritual,
antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan
sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan
seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama. Di sisi lain, yang
menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya
iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras,
seimbang dan serasi antara lahiriah dan rohaniah.
Peranan Pendidikan Islam di Sekolah Umum diketahui
bahwa agama (Islam) dan pendidikan adalah dua hal yang satu sama lain saling
berhubungan. Melalui agama, manusia diarahkan menjadi manusia seutuhnya sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam. Proses pengembangannya adalah melalui
pendidikan. Karena dengan pendidikan orang akan menjadi lebih dewasa dan lebih
mampu baik dari segi kecerdasannya maupun sikap mentalnya.
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan
oleh Dawam Raharjo (2002: 85), bahwa agama dimaksudkan untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama mengarahkan siswa menjadi “Manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Di samping itu juga, agama memberikan tuntunan
yang jelas kepada manusia, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus
dikerjakan dan mana pula yang harus ditinggalkan, mana yang menguntungkan dan
mana yang merugikan. Sementara pendidikan itu sendiri menurut Jalaluddin
(2005:57), pada hakikatnya merupakan proses dan aktivitas pengembangan system
nilai yang difokuskan pada pengembangan akhlaq al-karimah pada diri individu.
Oleh karena itu, pengembangan potensi
individu dalam segala aspeknya harus mengarah pada nilai-nilai akhlak mulia ini.
Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah memerlukan suasana interaksi antara
guru dan siswa yang sifatnya lebih mendalam, lahir dan batin. Figur guru agama
bukan sekadar “penyampai” materi pelajaran, tetapi lebih dari itu adalah
sebagai “sumber spiritual” dan sekaligus sebagai “pembimbing.”
Sehingga terjalin hubungan pribadi yang
mendekat antara guru dan siswa dan mampu melahirkan keterpaduan bimbingan
ruhani dan akhlak dengan materi pengajarannya.
Karena itu, fungsi dan peran guru agama
tidak cukup hanya bermodal “profesional” semata, tetapi perlu pula didukung
oleh kekuatan “moral.” Begitu pula tentang mutu pendidikan agama dan pencapaian
prestasi siswa tidak dapat begitu saja diukur lewat tabel-tabel statistik. Mutu
dan keberhasilan pendidikan agama mestinya diukur dengan totalitas siswa
sebagai pribadi dan sosial. Perilaku dan kesalehan yang ditampilkan dalam
keseharian lebih penting dibandingkan dengan pencapaian nilai (angka) 9 atau A.
Karena itu, menurut Malik Fadjar (2005: 196-197) mutu maupun pencapaian
pendidikan agama perlu diorientasikan kepada hal-hal sebagai berikut :
1.
Tercapainya sasaran kualitas
pribadi, baik sebagai manusia yang beragama maupun sebagai manusia Indonesia
yang ciri-cirinya dijadikan tujuan pendidikan nasional.
2.
Integrasi pendidikan agama dengan
keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang lain.
3.
Tercapainya internalisasi
nilai-nilai dan norma-norma keagamaan yang fungsinya secara moral untuk
mengembangkan keseluruhan system sosial dan budaya.
4.
Penyadaran pribadi akan tuntutan
hari depannya dan transformasi sosial serta budaya yang terus berlangsung.
5.
Pengembangan wawasan ijtihadiyah
(cerdas rasional) di samping penyerapan ajaran secara aktif.
BAB III
KESIMPULAN
1. Peran Departemen Agama ( Depag ) yang
mulai resmi berdiri 3 Januari 1946 ini secara intensif memperjuangkan politik
pendidikan Islam di Indonesia . Orientasi usahanya dalam bidang pendidikan
Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di
sekolah-sekolah,
2. Istilah
pondok pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau pesantren. Secara
esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit
perbedaan. Pada pesantren, santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di
komplek pesantren tersebut. Mereka tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling
pesantren (santri kalong) Orang yang pertama kali mendirikanya adalah Syaikh
Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Magribi, dari Gujarat, India.
3.
Pendidikan Islam Indonesia pada masa yang akan datang memerlukan satu orientasi
baru sebagai upaya terhadap perubahan kea rah pengembangan teknologi atau
merombak pola pikir pendidikan Islamm dari pola konvensonal ke pola keilmuan .
4.
Adanya keserasian antara ilmu pengetahuan dan agama
menunjukkan bahwa agama dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan . dalam arti keyakinan beragama (sebagai hasil pendidikan agama)
diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek dan
sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2003. IILMU PENDIDIKAN ISLAM:Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner.Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Hasbulloh.1996.SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA : Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada.
Muhaimin, dkk.2001.PARADIGMA PENDIDIKAN
ISLAM:Upaya Mengefektifkan Pendidika Agama di Sekolah.Bandung.PT Remaja
Rosadakarya.
Muhaimin, 2009.REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM:Dari
Paradigma Pengembangan , Manajemen Kelembagaan , Kurikulum hingga Strategi
Pembelajaran . Jakarta : Rajawali Pers.
Zuhairini, dkk. 1994. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Samsul. 2010. SEJARAH PERADABAN ISLAM .
Jakarta: sinar grafika offset
Mujamil, PESANTREN DARI TRANSFORMASI METODOLOGI
MENUJU DEMOKRATISASI INSTITUSI. Jakarta: PT gelora aksara pratama
Muhaimin, 2004. PARADIGM PENDIDIKAN ISLAM. Upaya
mengefektifkan pendidikan agama islam di sekolah.Bandung: PT Remaja Rosadakarya
Mustafa, A. dan Abdullah Aly. 1999. SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA. Bandung: CV Pustaka Jaya
[1].
Suryadharma ali
[2].
Lihat dalam kajian pustaka di atas, penulis-penulis yang memeiliki berbagai
latar belakang memakai pesantren seperti Zamakhsyari Dhofier, Karel A,
Stenbrink, Mastuhu, Saifuddin Zuhri, Sindu Galba , M. Dawam Rahardjo, Martin
Vanbruinessen, Manfred Ziemek.
[3].
Lihat misalnya yunus, sejarah pendidikan islam di Indonesia, (Jakarta;
hidakarya agung, 1985), h. 231
[4].
Muh. Said dan junimar affan, mendidik dari zaman ke zaman, (Bandung: jemmars,
1987), h. 53.
[5].
Machrus Aly, “Hakikat Cinta Pondok Pesantren, (Jakarta: PT. Paryu Barkah, t.t),
h. 40.
[6].
S.M.N. Al-attas, preliminary statement on a general theory of the islamization
of the malay-indonesian archipelago, (kuala lumpur: dewan bahasa dan pustaka,
1969), h. 12-13.
[7].
Ahmad qadri abdillah azizy, “memberdayakan pesantren dan madrasah”,
(Yogyakarta: kerjasama IAIN Walisongo semarang dengan pustaka belajar, 2002),
h. vii.
[8].
Pesantren luhur, sejarah, h. 53.
[9].
Ibid., h. 36
[10].
Mastuhu, dinamika, h. 147.
[11].
Abubakar aceh, sejarah hidup k.h.a wahid hasyim dan karangan tersiar, (Jakarta:
t.p., 1957), h. 77.
[12].
Ma’shum, ajakan, h. 119.
[13].
Mastuhu, dinamika, h. 59.
[14].
Departemen Agama RI., 1984/1986, h. 1
[15].
Wahid dalam rahardjo (ed.), pesantren, h. 47.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar