Selasa, 02 Juni 2015

Kementrian Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu sistem yang memungkinkan proses kependidikan Islam berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan  dalam  rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidian Islam. Dalam sejarah pendidikan Islam, sejak Nabi melaksanakan tugas agama secara aktif , di kota Mekah telah didirikan lembaga dimana Nabi memberikan pelajaran tentang agama Islam secara menyeluruh di rumah-rumah dan masjid-masjid. Salah satu rumah yang terkenal dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan Islam ialah Dar al-Arqam di Mekah dan masjid Annabawy di Madinah al-Munawwarah . Di dalam masjid inilah berlangsung proses belajar mengajar berkelompok dalam halaqah dengan masing-masing gurunya yang terdiri dari para sahabt Nabi .
Saat ini Institusi kependidikan Islam berkembang dalam bentuk formal (madrasah) semua jenjang sampai dengan universitas (al-jamiah ) dan bentuk nonformal (majelis taklim, pesantren ) dan pendidikan individual (langsung dengan guru,ulama). Kurang tertatanya pendidikan di Indonesia dewasa ini menyebabkan terjadinya ketimpangan-ketimpanga .Dengan latar belakang inilah dalam makalah ini akan dikaji mengenai :
1.      Kementrian Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia.
2.      Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam Tertua di Indonesia.
3.      Masa Depan Persekolahan di Indonesia.
4.      Pendidikan Agama di sekolah Umum.

  1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang ada ,rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa peran Kementrian Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia ?
2.    Bagaimana sejarah pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tertua di indonesia ?
3.      Bagaimana masa depan persekolahan di Indonesia ?
4.      Bagaimana pendidikan agama di seolah umum ?

  1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini diantaranya adalah :
1.      Untuk mengetahui peranan Kementerian Agama sebagai manager kehidupan beragama di Indonesia
2.      Untuk mengetahui sejarah Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tertua di indonesia
3.      Untuk mengetahui masa depan persekolahan di Indonesia
4.      Untuk menggali informasi mengenai pendidikan agama di sekolah umum






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kementrian Agama sebagai Manager Kehidupan Beragama di Indonesia
Peran Departemen Agama ( Depag ) yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946 ini secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia . Orientasi usahanya dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, disamping pada pengembangan madrasah.  Secara lebih spesifik ,usaha ini ditangani oleh satu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama . Dalam salah satu dokumen disebutkan bahwa tugas bagian pendidikan di lingkungan Depag meliputi :
1.      Memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikelir.
2.      Memberi pengetahuan umum di madrasah.
3.      Mengadakan Pendidikan Guru Agama ( PGA ) dan  Pendidikan Hakim Islam Negeri ( PHIN ).  ( Maksum,1999)
  Selain uraian diatas Tugas Kementerian Agama juga mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin . Ada lima yang menjadi program strategis, yaitu :
1.      Peningkatan kualitas kehidupan beragama,
2.      Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama,
3.      Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan,
4.      Peningkatan pelayanan ibadah haji,
5.      Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Tolok-ukur keberhasilan program tersebut tak seluruhnya dapat dituangkan dalam grafik dan angka-angka yang bersifat kualitatif. Peningkatan kualitas kehidupan beragama, kerukunan umat beragama, serta pendidikan agama dan keagamaan mencakup dimensi pembangunan manusia dan perubahan masyarakat, yang tentu pula membutuhkan proses dan waktu untuk menikmati hasilnya.


B.      Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam Tertua di Indonesia
Istilah pondok pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Pada pesantren, santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren tersebut. Mereka tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama islam diberikan dengan system wetonan yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.[1]
Sebagai institusi pendidikan islam yang dinilai paling tua, pondok pesantren memiliki akar tramsmisi sejarah yang jelas. Orang yang pertama kali mendirikanya dapat dilacak meskipun ada sedikit perbedaan pemahaman. Dikalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pemahaman pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Magribi, dari Gujarat, India, sebagai pendiri atau pencipta pondok pesantren yang pertama di Jawa.[2]
Muh. Said dan Junimar Affan menyebut Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pondok pesntren pertama di Kembang Kuning Surabaya.[3] Bahkan Kiai Machrus Aly menginformasikan bahwa disamping Sunan Ampel (Raden Rahmat) Surabaya, ada ulama yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam khalwat, beribadah secara istiqamah untuk ber-taqarrub kepada Allah.[4] Namun secara esensial dapat diyakini bahwa wali yang berasal dari Gujarat ini memang telah mendirikan pondok pesantren di Jawa sebelum wali lainya.
Menurut S.M.N. Al-attas, Maulana Malik Ibrahim itu oleh kebanyakan ahli sejarah dikenal sebagai penyebar pertama Islam di jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa, bahkan berkali-kali mencoba menyadarkan raja hindu-budha Majapahit , Vikramavardhama agar sudi masuk Islam.[5] Sementara itu diidentifikasi bahwa pesantren mulai eksis sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara.[6] Akan tetapi mengingat pesantren yang dirintis Maulana Malik Ibrahim itu belum jelas sistemnya,maka keberadaan pesantrenya itu masih dianggap spekulatif dan diragukan.
Mengenai teka-teki siapa pendiri pondok pesantren pertama kali di Jawa khususnya, agaknya analisis Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur) cukup cermat dan dapat dipegangi sebagai pedoman. Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama sendi-sendi berdirinya pesantren. Sedangkan Imam Rahmatullah (Raden Rahmat atau Sunan Ampel) sebagai wali Pembina pertama di Jawa Timur.[7]
Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel, bukan bersamaan. Sebagian ulama yang memandang Sunan Gunung Jati sebagai pendiri pesantren pertama mungkin saja benar, tetapi khusus di wilayah Cirebon atau secara umum Jawa Barat, bukan di Jawa secara keseluruhan.[8]
Pada awal rintisannya, pondok pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih menonjol. Mastuhu melaporkan bahwa pada periode awalnya pesantren berjuang melawan agama dan kepercayaan serba tuhan dan takhayyul, pondok pesantren tampil membawakan misi agama tauhid.[9] Pondok pesantren berjuang melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian, perampokan, pelacuran, perjudian dan sebagainya. Akhirnya pondok pesantren berhasil membasmi maksiat, kemudian mengubahnya menjadi masyarakat yang aman, tentram dan rajin beribadah.[10]
Menurut Ma`Ahum fungsi pondok pesantren semula mencakup tiga aspek yaitu Fungsi religious (diniyyah), Fungsi sosial (ijtimaiyyah), Fungsi edukasi (tarbawiyyah).[11] Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang.[12] fungsi lain adalah sebagai Pembina moral dan kultural. Disamping itu pondok pesantren juga berperan dalam berbagai bidang lainya secara multidimensioanal baik berkaitan langsung dengan aktivitas-aktivitas pendidikan pesantren maupun diluar wewenangnya. Dimulai dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,hasil dari berbagai observasi menunjukan bahwa pesantren tercatat memiliki peranan penting dalam sejarah pendidikan ditanah air dan telah banyak memberikan sumbangan dalam mencerdaskan rakyat.[13] 
Pondok pesantren juga terlibat langsung menanggulangi bahaya narkotika. Wahid menyatakan bahwa disalah satu pondok pesantren besar di Jawa Timur, seorang kiai mendirikan sebuah SMP, untuk menghindarkan penggunaan narkoba di kalangan santri yang asalnya putra-putri mereka disekolahkan di luar pesantren.[14] Bahkan pondok pesantren Suryalaya sejak 1972 telah aktif membantu pemerintah dalam masalah narkotika dengan mendirikan lembaga khusus untuk menyembuhkan korbanya yang disebut “Pondok Remaja Inabah”.[15]

C.  Masa Depan Persekolahan di Indonesia
Prospek pendidikan Islam di Indonesia pada masa mendatang , harus dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada hari ini . Melihat kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional , minimal telah terpantul sinar yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun kendala tersebut berupa :
1.      Kurikulum yang belum mantap ,terlihat dari beragamnya jumlah persentase untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
2.      Kurang berkualitasnya guru ,yang dimaksud disini adalah kurang kesadarn profesional , kurang inovatif , kurang berperan dalam pengembangan pendidikan , kurang terpantau ( Dardji Darmodiharjo 180, Winarno Surakhmad 1981 , dan Beeby 1976 )
3.      Belum adanya sentralisasi dan desentralisasi
4.      Dualisme pengelolaan pendidikan , yaitu antara Depag dan Depdikbud .
5.      Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
6.      Kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi .
7.      Minimnnya persamaan hak dengan pendidikan umum .
8.      Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas , dan lain-lain.
Dari kendala yang ada pada masa kini ,prospek pendidikan Islam di Indonesia pun tidak banyak melangkah jauh . Artinya , pendidikan Islam di Indonesia untuk beberapa tahun mendatang masih harus menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh pendidikan Islam di Indonesia masa kini .
Menurut Kuntowibisono ,apapun bentuk pendidikan pada masa mendatang , sangat erat kaitannya dengan keberhasilan pembangunan dihari esok. Karena pembangunan pada masa yang akan datang akan berkisar pada persoalan advanced technology , adaptive technology dan protective technology .
Ungkapan yang dikemukakan oleh Kuntowibisono tersebut  , merupakan duta bagi keadaan yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam pada masa yang akan datang . Artinya pendidikan Islam sudah harus mempersiapkan diri sejak dini agar dapat mengimbangi gerak laju pembangunan yang terus digerakkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam hal ini , pendidikan Islam  , disamping harus mampu menjadi sokoguru pembangunan moral bangsa  sekaligus juga harus mampu bertindak sebagai mitra dalam memutar gerak roda pembangunan Indonesia pada masa yang akan datang .
Hal tersebut perlu diingatkan kepada para pengelola pendidikan Islam yang ada pada saat ini , khususnya pendidikan tinggi yang masih belum strategis . Pendidikan Islam masih berperan sebagai pelestari dan transmisi dari kitab-kitab kuning yang mewakili pemikiran Islam pada masa imam mazhab beberapa abad yang lalu . Kasarnya , pendidikan Islam pada masa kini terutama di Indonesia yang mayoritas Islam belum mampu mengadakan eksplorasi .
Oleh sebab itu , Pendidikan Islam Indonesia pada masa yang akan datang memerlukan satu orientasi baru sebagai upaya terhadap perubahan kea rah pengembangan teknologi atau merombak pola pikir pendidikan Islamm dari pola konvensonal ke pola keilmuan .
Problem lain yang harus dilihat untuk mengantisipasi pendidikan Islam pada masa yang akan datang adalah belum terlaksananya pemaknaan dari keseluruhan sistem  yang dikehendaki oleh Undang-undang sistem pendidikan Nasioanl . Padahal yang harus disadari ialah bahwa era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini , lebih-lebih pada pada masa mendatang , akan memporakporandakan manusia beserta kehidupannya tanpa mengenal waktu dan ruang. Sebagaimana yang kita rasakan ,bahwa teknologi tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia . Dengan demikian ,berarti manusia dalam beraktivitas tidak hanya sekadar mencakup kepentingan dirinya sendiri atau dunianya sendiri , tetapi telah merupakan satu high interdependency  , satu keterkaitan secara utuh dan menyuruh .
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ternyata belum mampu menumbuhkan budaya teknologi dan diversifikasi sumber daya manusia . Hal ini dapat terjadi ,disamping masalah strategi pendidikan yang belum sepenuhnya mengarah pada penguasaan teknologi tinggi ( high tech ), kondisi sosial ekonomi bangsa Indonesia  masih banyak bergantung pada beberapa aspek, seperti sumber daya alam , penyebaran penduduk dan kesejahteraan yang belum merata. selain itu , jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan terus berada pada pada tingkat persentase yang cukup besar .
Masa depan sekolah Islam di Indonesia kini diperebutkan. Bukan karena mereka beresiko punah, tapi karena mereka kini dipandang serius, termasuk dalam dekade terakhir ini di mana Pemerintah Australia turut mengucurkan dana lewat program AUSAID. Dukungan Australia banyak mengalir ke sekolah-sekolah Islam dalam berbagai program untuk meningkatkan standar pendidikan.
Jamhari Makruf menuturkan, hal tersebut bisa dipahami, mengingat di sekolah-sekolah Islam, ada potensi kemunculan radikalisme agama dan jika kita mengingat sosok Abu Bakar Ba'ashir, tokoh ideologis Jamaah Islamiyah, ia memimpin sebuah pesantren yang terkait dengan pejuang jihad. “Dalam dua atau tiga tahun ini ada sekitar 300 pesantren yang didanai Australia. Saya pikir dampaknya cukup besar,” ujar Jamhari.
Ia menuturkan, ada semacam ‘perang &rsquo antara kelompok Islam konservatif dan progresif, namun institusi pendidikan Islam harus mampu mencetak Muslim yang mengerti pengajaran agama yang modern, memahami karakter orang Indonesia dengan perspektif global.
Membangun ikatan antara sistem pendidikan Islam dan institusi modern seperti demokrasi, nilai-nilai sipil, masyarakat sipil, dan tata kelola yang baik akan menjadi hal penting untuk mewujudkan sistem pendidikan Islam yang baru di Indonesia.
“Kami berusaha memahami konsep agama dan Ketuhanan Barat. Di saat yang sama, kami juga harus mencari teori dan konsep yang pas dalam tradisi kami sehingga kita bisa bertemu di tengah. Saya tak sepakat dengan adanya Islamisasi pengetahuan karena ini menyiratkan bahwa ada pembedaan, jurang yang cukup besar antara Island an ilmu pengetahuan. Kami yakin bisa tercapai integrasi di antara dua konsep ini,” kemuka Jamhari.
D.  Pendidikan Agama di sekolah Umum
Pada tahun 1966 MPRS mengadakan sidang untuk membersihkan sisa-sisa mental G30S/PKI . Dalam keputusannya , bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan . Dengan demikian , sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar ( SD ) sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia .
Sejak tahun 1966 telah terjadi peubahan besar pada bangsa Indonesia , baik menyangkut kehidupan sosial , agama maupun politik .  Periode itu disebut zaman Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru yang disebut angkatan ’66 . pemerintahan Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen . Pemerintah dan rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya . Berdasarkan tekad dan semangat tersebut , kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya , makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya . Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang , selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan , bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-kanak ( Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 27 1990 dalam UU 2 Tahun 1989 ) .
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan pengajaran di Sekolah, memberikan kesempatan untuk masuknya pengajaran agama di sekolah-sekolah, disamping mengakui sekolah agama ( madrasah, yang diakui oleh Menteri Agama ) sebagai lembaga penyelenggara kewajiban belajar . TAP MPRS No. 2 Tahun 1960 menetapkan: “ pemberian pelajaran agama pada semua tingkat pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi negeri”, disamping pengakuan bahwa “ pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang otonom di bawah pimpinan Departemen Agama. Kemudian Tap MPRS No. 27 Tahun 1996, menetapkan bahwa “ pendidikan agama menjadi mata pelajaran pokok dan wajib diikuti oleh setiap murid atau peserta didik sesuai dengan agama masing-masing.
Pentingnya pembinaan dan pembangunan kehidupan keagamaan ( termasuk lembaga pendidikan agama ) serta pendidikan agama di sekolah-sekolah, dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi negeri, selalu masuk dan mendapat perhatian yang seksama dalam GBHN. Akhirnya, Tap MPR No. 2 Tahun 1988 tentang “Asas Tunggal”, yang menetapkan bahwa “ Pancasila adalah satu-satunya asas” bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, lebih memantapkan usaha masuknya lembaga pendidikan keagamaan ( pesantren dan madrasah ) dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, lebih memantapkan pula usaha mengintegrasikan pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional.
Segala peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah, yang tampaknya mengarah kepada usaha integrasi tersebut, merupakan persiapan untuk menyusun dan mewujudkan undang-undang tentang “ satu sistem pendidikan dan pengajaran nasional” sebagaimana dikehendaki oleh pasal 31 UUD 1945. Dengan telah disahkanya UU No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka usaha integrasi pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional mendapatkan dasar hukumnya yang mantap. Sejak disahkannya  UU ini, maka isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan agama, dan madrasah dinyatakan sebagai sekolah umum yang berciri khas agama islam. Bahkan lebih jelas lagi tertuang di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .
Sistem pendidikan islam yang ada dan yang berkembang merupakan salah satu bentuk dan usaha pelaksanaan syariat islam, mendapat kesempatan dan jaminan untuk tetap berlangsung dan berkembang, serta mendapatkan perhatian dan bantuan dari pemerintah. Menurut ajaran islam, pendidikan merupakan bagian hakiki dari tugas pengabdian dan kekhalifahan manusia terhadap Tuhan, yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Agama Islam mengajarkan bahwa setiap umat Islam wajib mendakwahkan dan mendidikan ajaran agama Islam kepada yang lain,salah satunya dengan masuknya pelajaran agama ke sekolah-sekolah umum.
Firman Allah dalam Q.S Al-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang  baik.  Sesungguhnya Tuhanmu Dialah  yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”[
Adanya keserasian antara ilmu pengetahuan dan agama menunjukkan bahwa agama dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan . dalam arti keyakinan beragama (sebagai hasil pendidikan agama) diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek dan sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama. Ilmu pengetahuan berbicara know what dan know why, dan teknologi berbicara know how. Sedangkan agamalah yang bisa mnuntun manusia untuk memilih mana yang patut, bisa, benar, dan baik untuk dijalankan dan dikembangkan. Di sinilah letak peranan pendidikan agama (Islam) dan sekaligus pendidiknya (GPAI di sekolah) dalam mengantisipasi perkembangan kemajuan iptek. Dalam arti, mampukah guru pendidikan agama slam meegakkan landasan akhlak al-kaimah, yang menjadi tiang utama ajaran agama, tatkala dominasi temuan iptek sudah demikian hebat dan menguasai segala perbuatan dan pikiran umat manusia.
Tantangan dunia pendidikan pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan iptek dan aspek kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik maupun sosial budaya. Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus dihadapi oleh pendidikan agama sebagai bagian dari proses penddikan bangsa. Kalau dunia pendidikan di Indonesia memerlukan berbagai inovasi agar tetap berfungsi optimal di tengah arus perubahan, maka pendidian agama juga memerlukan berbagai upaya inovasi agar eksistensinya tetap bermakna bagi kehidupan bangsa.
Berbagai uraian tersebut menggambarkan betapa perhatian dan pengakuan bangsa Indonesia terhadap sumbangan besar pendidikan Islam dalam upaya  mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Perhatian dan pengakuan tersebut merupakan tantangan yang memerlukan respons positif dari para pemikir dan pengelola Islam di Indonesia.  
Pembangunan Nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manus ia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya . Hal ini berarti adanya keserasian keseimbangan dan keselarasan  antara pembangunan bidang jasmani dan rohani , antara bidang material dan spiritual , antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa , dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang . Pembangunan seperti itu menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama .
Teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu , seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan system proses belajar mengajar , misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegerasian dan pengelompokkan , yang tampaknya lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu .
Pendidikan agama Islam pada hakikatnya adalah upaya transfer nilai-nilai agama, pengetahuan dan budaya yang dilangsungkan secara berkesinambungan sehingga nilai-nilai itu dapat menjadi sumber motivasi dan aspirasi serta tolok ukur dalam perbuatan dan sikap maupun pola berpikir. Sementara tekad bangsa Indonesia yang selalu ingin kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sangat kuat. Berdasarkan tekad itu pulalah maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya semakin mendapat tempat yang kuat dalam organisasi dan struktur pemerintahan.
Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi mata pelajaran berakar dari pendidikan sekuler minus agama yang dikembang Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi mata pelajaran berakar dari pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan pemerintah penjajah. Usaha menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran agama ini menemukan momentumnya setelah terbit UU No. 4 Tahun 1950 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951 yang menjamin adanya pendidikan agama di sekolah umum.
     Pembangunan Nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani antar bidang material dan spritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama. Di sisi lain, yang menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi antara lahiriah dan rohaniah.
Peranan Pendidikan Islam di Sekolah Umum diketahui bahwa agama (Islam) dan pendidikan adalah dua hal yang satu sama lain saling berhubungan. Melalui agama, manusia diarahkan menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Proses pengembangannya adalah melalui pendidikan. Karena dengan pendidikan orang akan menjadi lebih dewasa dan lebih mampu baik dari segi kecerdasannya maupun sikap mentalnya.
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Dawam Raharjo (2002: 85), bahwa agama dimaksudkan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama mengarahkan siswa menjadi “Manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Di samping itu juga, agama memberikan tuntunan yang jelas kepada manusia, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana pula yang harus ditinggalkan, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Sementara pendidikan itu sendiri menurut Jalaluddin (2005:57), pada hakikatnya merupakan proses dan aktivitas pengembangan system nilai yang difokuskan pada pengembangan akhlaq al-karimah pada diri individu.
     Oleh karena itu, pengembangan potensi individu dalam segala aspeknya harus mengarah pada nilai-nilai akhlak mulia ini. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah memerlukan suasana interaksi antara guru dan siswa yang sifatnya lebih mendalam, lahir dan batin. Figur guru agama bukan sekadar “penyampai” materi pelajaran, tetapi lebih dari itu adalah sebagai “sumber spiritual” dan sekaligus sebagai “pembimbing.”
Sehingga terjalin hubungan pribadi yang mendekat antara guru dan siswa dan mampu melahirkan keterpaduan bimbingan ruhani dan akhlak dengan materi pengajarannya.
Karena itu, fungsi dan peran guru agama tidak cukup hanya bermodal “profesional” semata, tetapi perlu pula didukung oleh kekuatan “moral.” Begitu pula tentang mutu pendidikan agama dan pencapaian prestasi siswa tidak dapat begitu saja diukur lewat tabel-tabel statistik. Mutu dan keberhasilan pendidikan agama mestinya diukur dengan totalitas siswa sebagai pribadi dan sosial. Perilaku dan kesalehan yang ditampilkan dalam keseharian lebih penting dibandingkan dengan pencapaian nilai (angka) 9 atau A. Karena itu, menurut Malik Fadjar (2005: 196-197) mutu maupun pencapaian pendidikan agama perlu diorientasikan kepada hal-hal sebagai berikut :
1.      Tercapainya sasaran kualitas pribadi, baik sebagai manusia yang beragama maupun sebagai manusia Indonesia yang ciri-cirinya dijadikan tujuan pendidikan nasional.
2.      Integrasi pendidikan agama dengan keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang lain.
3.      Tercapainya internalisasi nilai-nilai dan norma-norma keagamaan yang fungsinya secara moral untuk mengembangkan keseluruhan system sosial dan budaya.
4.      Penyadaran pribadi akan tuntutan hari depannya dan transformasi sosial serta budaya yang terus berlangsung.
5.      Pengembangan wawasan ijtihadiyah (cerdas rasional) di samping penyerapan ajaran secara aktif.
BAB III
KESIMPULAN
1. Peran Departemen Agama ( Depag ) yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946 ini secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia . Orientasi usahanya dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah,
2. Istilah pondok pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Pada pesantren, santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren tersebut. Mereka tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri kalong) Orang yang pertama kali mendirikanya adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Magribi, dari Gujarat, India.
3. Pendidikan Islam Indonesia pada masa yang akan datang memerlukan satu orientasi baru sebagai upaya terhadap perubahan kea rah pengembangan teknologi atau merombak pola pikir pendidikan Islamm dari pola konvensonal ke pola keilmuan .
4. Adanya keserasian antara ilmu pengetahuan dan agama menunjukkan bahwa agama dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan . dalam arti keyakinan beragama (sebagai hasil pendidikan agama) diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek dan sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama.







DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2003. IILMU PENDIDIKAN ISLAM:Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hasbulloh.1996.SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA : Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Muhaimin, dkk.2001.PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM:Upaya Mengefektifkan Pendidika Agama di Sekolah.Bandung.PT Remaja Rosadakarya.
Muhaimin, 2009.REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM:Dari Paradigma Pengembangan , Manajemen Kelembagaan , Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran . Jakarta : Rajawali Pers.
Zuhairini, dkk. 1994. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Samsul. 2010. SEJARAH PERADABAN ISLAM . Jakarta: sinar grafika offset
Mujamil, PESANTREN DARI TRANSFORMASI METODOLOGI MENUJU DEMOKRATISASI INSTITUSI. Jakarta: PT gelora aksara pratama
Muhaimin, 2004. PARADIGM PENDIDIKAN ISLAM. Upaya mengefektifkan pendidikan agama islam di sekolah.Bandung: PT Remaja Rosadakarya
Mustafa, A. dan Abdullah Aly. 1999. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA. Bandung: CV Pustaka Jaya



[1]. Suryadharma ali
[2]. Lihat dalam kajian pustaka di atas, penulis-penulis yang memeiliki berbagai latar belakang memakai pesantren seperti Zamakhsyari Dhofier, Karel A, Stenbrink, Mastuhu, Saifuddin Zuhri, Sindu Galba , M. Dawam Rahardjo, Martin Vanbruinessen, Manfred Ziemek.
[3]. Lihat misalnya yunus, sejarah pendidikan islam di Indonesia, (Jakarta; hidakarya agung, 1985), h. 231
[4]. Muh. Said dan junimar affan, mendidik dari zaman ke zaman, (Bandung: jemmars, 1987), h. 53.
[5]. Machrus Aly, “Hakikat Cinta Pondok Pesantren, (Jakarta: PT. Paryu Barkah, t.t), h. 40.  
[6]. S.M.N. Al-attas, preliminary statement on a general theory of the islamization of the malay-indonesian archipelago, (kuala lumpur: dewan bahasa dan pustaka, 1969), h. 12-13.
[7]. Ahmad qadri abdillah azizy, “memberdayakan pesantren dan madrasah”, (Yogyakarta: kerjasama IAIN Walisongo semarang dengan pustaka belajar, 2002), h. vii.
[8]. Pesantren luhur, sejarah, h. 53.  
[9]. Ibid., h. 36
[10]. Mastuhu, dinamika, h. 147.
[11]. Abubakar aceh, sejarah hidup k.h.a wahid hasyim dan karangan tersiar, (Jakarta: t.p., 1957), h. 77.  
[12]. Ma’shum, ajakan, h. 119.  
[13]. Mastuhu, dinamika, h. 59.  
[14]. Departemen Agama RI., 1984/1986, h. 1
[15]. Wahid dalam rahardjo (ed.), pesantren, h. 47.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar